BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 31 Mei 2009

PANCASILA DASAR NEGARA

Waktu pemilihan Presiden dan wakil presiden sudah dekat. Bagi orang awam tentu bingung mau pilih pasangan yang mana, karena ketiga pasang calon sama-sama bagus. Waktu kampanye biasanya rawan, karena kadang ada silang pernyataan yang kadang memicu kesalah fahaman. Hal ini seharusnya dihindari kekuat tenaga oleh team sukses pasangan calon Presiden dan Wakil prsiden, sehingga persatuan dan kesatuan itu menjadi yang utama untuk dijaga dan dipertahankan. Media juga punya peran yang vital untuk senantiasa tidak membesar-besarkan suatu pernyataan yang mengandung unsure-unsur permusuhan.

Karena persatuan dan kesatuan, keharmonisan, kerukunan, kebersamaan bangsa kita adalah hal yang utama, sebagai modal kita berkarya dan mengabdi di bumi tercinta kita ini. Saya jadi teringat” PANCASILA” yang belakangan ini banyak kita lupakan, maka baik bagi saya pribadi untuk sekedar mengingat apa dan bagaimana peran Pancasila sebagai dasar negara.

Pemahaman saya mengenai Pancasila ini bersumber dari hasil diskusi dengan teman-teman yang peduli bangsa , dengan tokoh yang betul-betul mencintai negara ini, mereka tidak rela negara kita hancur, mereka tidak rela negara ini miskin, mereka tidak rela negara ini dicap sebagai teroris, dan mungkin bersumber dari pemahaman keagamaan yang selama ini dan terus selalu saya pelajari.

Pancasila sebagaimana kita ketahui dibuat dalam proses diskusi yang panjang oleh tokoh pendiri bangsa ini yang tidak kita ragukan lagi cintanya terhadap bangsa ini, yang kita tidak ragukan perjuangan beliau-beliau itu untuk bangsa ini, jadi yakinlah bahwa Pancasila adalah produk murni yang dikonsepkan untuk kemerdekaan, kemandirian, dan kemajuan bangsa ini dalam segala aspek kehidupan, baik dunia dan akherat, sekali lagi yakinlah akan hal ini. Betapa tidak bahwa musuh-musuh kita sangat faham akan hal ini, oleh karena itu mereka merongrong pola kehidupan kita tersistematis persis seperti sila-sila dalam Pancasila kita ini.

SILA : KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pancasila bukan agama, tapi hanya sebuah faham yang mewadahi kemajemukan agama yang ada dinegara kita. Pendiri bangsa ini menyadari betul bahwa agama adalah hak asasi pribadi, dan tidak ada pemaksaan dalam beragama. Maka sila pertama ini memberi ruang yang sangat luas bagi toleransi beragama. Toleransi adalah memberi keleluasaan kepada saudara yang berlainan agama untuk beribadah sesuai keyakinan masing-masing, bukan kita beribadah ditempat atau dengan cara agama orang lain dan sebaliknya. Kita mesti pegang teguh bahwa agama Hindu itu baik bagi pemeluk Hindu, agama Kristen baik bagi pemeluknya dn seterusnya. Sehinga boleh bagi masing-masing pemeluk menganggap agamanya paliang baik, dengan diikuti pemahaman bahwa agama orang lain itu baik bagi pemeluknya. Sehingga tidak ruang untuk bersilang pendapat dalam urusan ini. Maka konsep berlomba-lomba dalam kebaikan dalam wadah agama masing-masing mendapatkan tempat yang memadai. Sehingga toleransi hanya dalam batas urusam hubungan kemanusian saja bukan dalam urusan pribadatan dan akidah.
Lihatlah kasus Ahmadiyah, kasus terorisme yang mengatasnamakan Islam, kasus Ambon, munculnya sekte-sekte dan aliran-aliran agama yang bermunculan belakangan ini, itu semua dalam rangka memporak-porandakan kehidupan beragama kita waspadalah dan bersungguh-sungguhlah dalam memahami masalah ini karena masalah ini yang paling rawan dalam tataran kehidupan berbangsa kita. Agama adalah urusan yang paling sensitive dalam kehidupan seseorang.

SILA: KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Kita dapat berperilaku dalam sila ini apabila kita sudah dengan sempurna mengamalkan sila Ketuhanan. Bahwa urusan Ketuhanan adalah bersifat universal, maka urusan yang lain berada dalam lingkup Ketuhanan, apapun itu persoalannya. Kita dapat dengan adil menganggap saudara kita adalah manusia seperti kita apabila kita betul-betul merasa sebagai hamba, sebagai makluk yang lemah dihadapan Tuhan, hanya Tuhan saja yang tinggi, yang Perkasa. Terhadap yang tua kita hormati karena mereka sudah banyak amalnya, terhadap yang muda kita hormati karena lebih sedikit dosanya dibandingkan kita, terhadap yang berilmu kita hormati karena ilmunya, terhadap yang awam kita hormati, karena mereka melakukan dosa karena tidak tahu, maka Tuhan akan mengampuninya karena ketidaktahuanya, sedang kita melakukan dosa dan kesalahan dengan sadar bahwa itu dilarang, ini prinsip menghormati sesama yang diajarkan oleh Asyaich Abdul Kadir Al Jailani Al Bagdadi ra.

Dengan prinsip ini maka Kemanusiaan Yang adil dan Beradab akan dengan mudah kita fahami dan sebenarnya sudah kita laksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari, maka kita seyogyanya tidak alergi dengan Pancasila karena sebenarnya kita adalah pengamal Pancasila yang taat dengan prinsip Ketuhanan yang kita anut masing-masing.
Oleh Karena itu faham sekulerisme lambat laun akan menemui kegagalannya, dan faham Ketuhanan yang berlaku secara universal akan berjaya. Faham sekuler akan mudah goyah dengan adanya krisis global, dengan adanya keanehan-keanehan kehidupan alam, seperti faham liberal dan kapitalis dalam sector perekonomian.

SILA: PERSATUAN INDONESIA
Dengan mudah kita fahami sila ini mengajak kita bersatu, dalam wadaH negara kesatuan Republik Indonesia. Seyogyanya kita punya fisi dan misi untuk membangun dalam rangka kebaikan untuk semua, bukan kebaikan untuk segelintir golongan, atau individu tertentu. Ilusrasinya adalah, orang yang yang berkumpul dan berjudi, itu mereka bersatu, atau ada persatuan dalam orang yang berjudi, tapi tidak ada semangat kesatuan didalamnya, karena orang yang berjudi pasti ingin menang sendiri, tidak peduli dengan lawan berjudinya, yang penting dirinya untung tidak peduli yang lain buntung.

Kita akan dapat mengamalkan sila persatuan dengan baik bila kita sudah sempurna mengamalkan sila Ketuhan dan sila Kemanusiaan. Bagamana kita dapat bersatu bila dalam diri kita masih ada bibit kesombongan, bagamana kita bisa bersatu bila kita masih merasa lebih tinggi dari yang lain, tidak ada persatuan bila tidak ada prinsip kesetaraan.

Kita kadang tidak menyadari sisi persatuan kita dengan sangat mudahdiporak-porandakan karena pemahaman kita dalam urusan ini masih dangkal, bagaimana kasus poso, kasus Irian Jaya (Papua), kasus Aceh, mari dengan jernih kita fahami urusan ini. Kita tidak akan bisa membangun bila kita terus menerus cek-cok, terus menerus berperang, kita dapat berkarya bila kita damai. Fahamilah diperlukan banyak dana bila kita terus-menerus bermusuhan, kita mesti belajar dari pengalaman masa lalu.

SILA: KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAD KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN
Saudaraku perhatikan kata-kata dalam sila ke empat ini, betul-betul indah dan penuh dengan makna. Disini ada unsure rakyat dan pimpinan. Dari sinilah dimulai pembahasan mengenai kenegaraan, ada rakyat dan ada yang memimpin rakyat, yaitu pemerintah. Tidak akan ada negara, bila tidak ada persatuan. Kita sudah bersepakat membentuk negara Kesaruan Republik Indonesia. Disinilah Tuhan menakdirkan kita untuk berkarya, beramal dan mungkin kita akan mati. Sisitem kenegaraan baru dibahas dalam Pancasila setelah kita bertauhid (berketuhanan), setelah kita bisa menghargai saudara kita sebagai manusia, setelah kita dapat bersartu.

Dengan itu semua memungkikan kita berperan sebagai rakyat yang baik, dan apabila kita ditakdirkan jadi pemimpin kita sudah mengerti ilmunya pemimpin. Karena semua itu bidang garapan keagamaan, atau menyangkut keimanan seseorang. Sudah sewajarnya rakyat itu mesti sabar, bekerja keras, hormat pada pemimpin. Sudah sepatutnya pemimpin itu mesti adil, bijaksana, bertanggung jawab pada segala hal yang menjadi kebutuhan rakyatnya, menjaga harga diri bangsa dimata internasional. Alangkah indahnya bila rakyat dan pemimpin mau menjalankan ilmunya masing-masing.

Fenomena sekarang, malah sebaliknya, rakyat menutut hal-hal yang mestinya menjadi hak pimpinan, demo dimana-mana, arogansi tumbuh subur, anarkisme tumbuh dimana-mana sehingga gambaran rakyat yang santun, sabar tunduk pada pimpinan tidak mewujud. Pimpinan tak sepantasnya menuntut rakyat bersabar, dan hormat pada pimpinan sementara pimpinan tidak adil dan tidak bertanggung jawab.

Dawuh Abah syech, orang yang pinjam itu ilmunya harus segera mengembalikan pinjaman, sesegera mungkin manakala sudah mampu, yang meminjamkan ilmunya bersabar sampai hutang itu dibayar, malah-malah akan lebih baik mengiklaskan yang dipinjamkannya, bukan malah menggunakan debtkolektor dengan kekerasan.

Atas nama demokrasi musuh kita akan membobol kehidupan berbangsa kita, pemilu langsung salah satunya. Ini betul-betul pandangan pribadi saya, bahwa pemilu langsung itu tidak sesuai dengan asas kerakyatan kita. Pemimpin kita hanya disibukkan oleh urusan pemilu langsung, kalau kita cermati, kita setiap tahun dihadapkan urusan pemilu, berapa duit yang mesti ditanggung oleh rakyat, sedangkan kenyataannya hanya golongan dan pribadi yang diuntungkan oleh urusan ini, rakyat hanya menjadi objek, pemimpin yang amanah tidak kunjung datang. Dengan alas an demokrasi seolah olah rakyat boleh anarkis menuntut keadilan.

Demokrasi Pancasila yang pas buat bangsa Indonesian, rakyat mewakilkan urusan memilih pimpinan kepada tuan-tuan wakil rakyat, karena walau bagaimanapun wakil rakyat lebih faham dalam urusan ini. Tentu wakil rakyat yang berketuhanan, berperikemanusiaan, dan yang dilandasi wawasan persatuan yang sempurna yang pantas menjadi wakil rakyat. Kita membutuhkan wakil rakyat seperti itu, bukan wakil rakyat yang mau memperkaya diri, bukan yang memntingkan golongannaya sendiri, bukan wakil rakyat yang mencari popularitas.

SILA:KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Tentu semua warga bangsa ini mendambakan keadilan social disegala bidang, bidang ekonomi, dibidang hokum, dan dibidang-bidang lingkup kehidupan manusia lainnya. Ini semua akan terwujud bila kita dipimpin oleh pimpinan yang amanah, pimpinan yang mengerti betul kondisi bangsa ini, pemimpin yang tidak mudah dikendalikan pihak asing yang ujungnya lebih menguntungkan asing dari pada rakyatnya sendiri. Sebaliknya rakyatnya pekerja keras, jujur, mempunyai motivasi yang kuat, bersatu, bersabar menantikan hasil perjuangan bersama. Bukan malah mengacaukan keadaan yang sudah kacau ini, salurkan aspirasi kepada wakil-wakil kita yang sudah kita percaya mengurusi urusan kita dalam berbangsa.

KESIMPULAN
Saudaraku Pancasila bukanlah sebuah agama, tapi hanya sebuah gagasan, tatanan yang diharapkan dapat menjadi wadah urusan muamalah, urusan hubungan kemanusiaan, bagi warga negara yang tinggal dibumi tercinta ini.
Apabila saudaraku pemeluk agama yang taat, yakinlah bahwa saudaraku seorang Pancasilais yang sejati. Menjadi seorang yang Pancasilais tidak perlu dengan meninggalkan agama kita,malah sebaliknya jalankan agama dengan baik dan benar, senantiasa tuntutlah ilmu agama itu dengan sempurna, walaupun menuntut ilmu dunia juga baik.
Bagi rakyat kebanyakan, kita mesti sabar berjuang, bekerja dengan sungguh-sungguh, berusaha menjadi professional apapun profesi kita, hormati pimpinan kita, dengan penghormatan yang layak, bukan yang berlebihan. Jangan menambah suasana ini menjadi tambah runyam dengan perilaku yang anarkis, arogan, membabi buta, jangan mudah dibakar dengan hal-hal yang kita tidak tahu persis persoalannya.
Wahai saudara pemimpin adilkan urusan dalam segala hal, jadikan kesejahteraan rakyat menjadi sasaran utama kepemimpinan saudara, jangan sebaliknya kau injak rakyat demi kepentingan pribadi dan golongan. Karena berat tanggung jawab pemimpin yang tidak adil dihadapan Tuhan.

Semangat terus, berjuang terus, semoga negara tercinta ini tambah maju. Kita harus malu, saudara-saudara kita mesti pergi jauh mencari sesuap nasi, apalagi jika kita dengar mereka dapat perlakuan yang tidak manusiwi, apalagi mereka kebanyakan wanita, yang mestinya tinggal untuk memberi pendidikan dan kasih sayang yang layak bagi putra-putrinya, tapi semua itu mereka relakan, karena dinegeri sendiri sulit mendapatkan penghidupan yang layak. Wasalam.

 

Kamis, 14 Mei 2009

Kopi dan Rokok



Secangkir kopi, sebatang rokok…….wah…..enak tenaaaan, itulah kenyataan yang terjadi dalam diri orang2 yang memang hoby banget sama rokok dan kopi. Merokok kalau tidak ngopi seperti suami tanpa istri, kurang komplit, apalagi ada temennya, pisang goreng anget, atau mendoan anget, ya….apa saja yang anget2 mesti enak, orang banyumas bilang lawuh medang. Lho…kok jadi nglantur ya….


Rokok dan kopi memang masih menjadi polemik, ada yang bilang haram, ada yang berpendapat mubah, atau ,maksimum hukumya makruh. Kalangan yang mengharamkan berdalih merusak kesehatan, mudlorothnya lebih banyak dari pada manfaatnya. Yang tidak mengharamkan mengajukan pendapatnya bahwa merokok itu merusak kesehatan adalah baru dugaan semata, belum pasti, karena ada orang merokok ya…sehat2 saja, ada yang tidak merokok malah jantungen, malah ada yang merasa rokok itu wajib baginya, karena kalau tidak merokok badannya menjadi lemah pikirannya kurang cling…


Lha…….terus kepriwe kiye (orang banyumas nih). Saya jadi ingat pepatah lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, dalam bahasa jepang juga ada tuh..十人十色 (juu nin to iro) artinya sepuluh orang sepuluh warna, bahasa banyumase liya uwong liya gundule he….he….pokoknya masing2 orang itu lain-lain, selera lain, hoby lain, nasibnya lain, cita-citanya juga lain2.


Saling menghargai, saling nguwongke, saling menghormati, tepo seliro, itu kuncinya…ini yang harus menjadi pegangan kita apabila kita ingin kehidupan bermasyarakat kita harmonis dan bahagia. Sing ora ngrokok ya, jangan menjelekkan yang merokok, sing ngrokok ya..aja perek2 sing ora ngrokok. Nek kabeh ora merokok banyak pengangguran, lha..piye wong pabrik rokok podo bangrut, negara banyak kehilangan pemasukan, para dokter ya…kurang pendapatannya, ngono wae kok repot….kata KH. Abdurochman Wahid.


Suatu sore saya lagi ngopi di perusahaan tempat saya bekerja dan saya ambil foto secangkir kopi dan sebatang rokok sebelum saya sruput…ee…lha…sehari berselang pas saya ngaji..guru gaji saya mengeluarkan kitab terjemahaan karangan assyaikh Ikhsan Jampes alKadiri, yang judule Kopi dan Rokok…jan pas banget, maka saya posting tulisan ini…semoga bermanfaat.



Minggu, 10 Mei 2009

Sang Pemberi dan Pemberian


Saya jadi terusik untuk menulis masalah yang agak pelik ini gara-gara ngebaca blognya pak Teguh Sexy sing judule rejeki. Masing-masing hamba berbeda-beda dalam memaknai apa itu rejeki, tergantung ilmu, pengalaman pribadi, dan hidayah yang diberikan oleh Gusti Allah kepada hamba-hambanya. Pendeknya bahwa kita mesti sepakat bahwa rejeki itu adalah pemberian.


Berbicara pemberian, maka ada yang diberi dan yang memberikan. Yang memberi adalah Tuhan dan yang diberi adalah hamba. Ada orang yang mengganggap bahwa rejeki itu adalah jering payah, atau hasil usaha, atau ikhtiar hamba. Padahal esensinya rejeki adalah pemberian. Ada crita orang Jepang yang mengandalkan akalnya menegur kepada anak buahnya, kamu ya…kalau sembayang tepat waktu, tapi giliran kerja tidak bisa tepat waktu, memangnya yang menggaji kamu itu Tuhanmu, itu adalah usahamu, jadi kalau kamu rajin kamu naik pangkat, naik gaji dan sebagainya dan sebagainya, sepertinya masuk akal kan……bahwa rejeki itu sepertinya jerih payah atau ikhtiar kita, memang ujudnya adalah ikhtiar tapi esensinya adalah pemberian atau jatah dari Yang Maha Kuasa.


Kalau rejeki itu adalah ikhtiar, atau jerih payah, coba kita ajukan pertanyaan berikut ini : kenapa ada orang yang sama-sama berikhtiar kok hasil akhirnya berbeda. Kalau majunya perusahaan adalah karena pintar dan rajinya karyawan yang dibanggakan orang Jepang itu, kenapa ada perusahaan-perusahaan Jepang yang bangkrut? Ya…….karena memang rejeki itu sudah diatur…..kita dijalankan oleh Yang Maha Kuasa sesuai dengan takdir yang sudah ditentukanNya, profesi kita, pendapatan kita, pengeluaran yang mesti kita tanggung, dan lain-lain sudah diatur.


Kebanyakan dari kita lebih senang melihat ujud pemberian itu sendiri atau kita lebih suka kepada rejeki itu, bukan kepada yang memberi rejeki itu yaitu Yang Maha Memberi. Coba kita pakai akal batin kita andaikata Sang Pemberi itu adalah istri atau suami kita (tentu Tuhan tidak sama dengan makhluk) yang paling kita cintai, mana yang lebih kita pilih pemberiannya atau istri/suami kita. Apakah kita rela bila suami/istri kita sudah memberi sesuatu pada kita lalu suami/istri kita tidak pulang ke rumah kita? Tentu kita memelih suami/istri kita sebagai pribadinya. Memang kalau bisa ya…pemberiannya ya…orangnya.


Bagaimana bila kita membelikan anak kita sepeda, agar dia tambah rajin belajar, tambah rajin sholat, tambah taat pada orang tuanya, sementara si anak malah sibuk dengan sepedanya, lupa belajar, lupa sholat, jika disuruh membangkang, tentu kita akan marah. Dan Tuhan pasti lebih marah dapi pada hambanya, karena Tuhan itu Maha Kuasa, Maha Perkasa.


Salah satu kiat untuk tahan menghadapi cobaan hidup, himpitan hidup, kacaunya suasan, carut marutnya system perekonomian, amburadulnya keadaan sekarang ini adalah kita mesti memandang siapa yang memberi cobaan, bukan cobaan itu sendiri. Walaupun ujud pemberianNya kurang baik, tapi yang memberikan adalah yang paling kita cintai, maka akan terasa ringan cobaan itu. Dan semua cobaan ada hikmahnya, tapi kadang kita tidak bisa melihat hikmah dibalik cobaan.


Itulah inti sari dari buku Mengapa harus berserah, karangan Ibn Athaillah, kita mesti menggunakan mata hati, bukan akal kita yang sebenarnya kemampuan akal kita sangat terbatas, sedangkan kemampuan hati nurani tanpa batas…….wasalam

Sabtu, 09 Mei 2009

Nilai Sebuah Karya


Pagi ini, sabtu pas liburan waisak, seperti biasanya saya antar istriku tercinta ke pasar Sokaraja, kebetulan anak perempuan saya minta dibelikan pithi (jawa), atau cething, aduh……bahasa Indonesianya apanya, pokoknya tempat nasi yang terbuat dari bamboo, katanya mau untuk perlengkapan menari. Dulu waktu aku masih kecil hampir semua orang memanfaatkannya sebagai tempat nasi,tapi belakangan posisinya sudah tergeser oleh bahan dari plastik.


Begitu sudah selesei beli ini itu, tiba saatnya saya cari pithi titipan anak saya, ada sebuah los yang spesial menjual peralatan dapur, ada yang terbuat dari bamboo, kayu, logam pokoknya komplitlah. Saya terkejut mendengar harga yang ditawarkan oleh sang penjual….Rp 2500. Padahal dibenak saya ya..kira-kira Rp 10.000 an, begitu sudah kita bayar, istri saya yang guru kesenian dengan nada agak kecewa berkomentar kok…murah banget yo…..dia agak kurang rela jika sebuah karya “seni” pithi sang tempat nasi itu dihargai semurah itu. Terus dibayangkan cara membuatnya, waktu yang diperlukan untuk menyeleseikan sebuah pithi, wah terlalu, katanya. Terus, kira-kira berapa harga beli pedagang dipasar, atau tengkulak, atau agen yang diberikan si pembuat pithi itu, kira-kira Rp. 1.500 an.


Ini memang ironis, pantas bila perekonomian rakyat pedesaan, yang petani, yang pengrajin dan lain-lainya itu selalu terpuruk. Para pengrajin memang tidak bisa membayar biaya promosi di televisi, diradio, dikoran-koran. Mereka selalu menjadi korban tengkulak, para pedagang antara. Bagaimana dengan pithi modern yang menggunakan setrom alias magicjar, yongma, miyako, phillip, mereka gencar berpromosi, karena memang dia punya modal.


Saya jadi teringat tetangga saya dikampung yang banyak membuat besek dari bamboo, itupun harganya juga murah sekali. Dipabrik yang sekarang saya bekerja juga membuat semacam besek, tapi terbuat dari kayu yang diekspor ke Jepang. Disana untuk tempak mie, tempat ikan dan lain-lain, saya pikir harganya tidak murah amat dan sekali pakai dibuang.


Besek dan pithi mengusik pikiranku, hokum ekonomi, ekonomi pasar bebas, pemodal raksasa memegang kendali persaingan, ya…persaingan ekonomi global, akankah kita rela barang asing membanjiri system pasar kita, pemain lokal hanya gigit jari menjadi korban iklan, padahal barang-barang asing itu belum tentu baik dari segi apapun. Kelihatannya persaingan itu sudah mulai, dan hasil akhir persaingan itu kita semua sudah bisa membayangkan siapa yang bakal kalah…..lihatlah pasar modern sudah berjajar rapat menutupi pasar-pasar local, kalau bukan kita kira-kira siapa yang akan membantu saudara kita…..

Kamis, 07 Mei 2009

Sarung Sang Penyelamat


Tahun 1992, aku berkesempatan mengunjungi negeri matahari terbit atas kebaikan Saito san, pemilik perusahaan SAITO WOOD CRAFT,Co Ltd. Dengan modal nihon go (bahasa jepang) yang pas-pasan aku nekat berangkat sendiri ke Jepang.


Nihon ha kirei desu ne…itu kesan pertamaku begitu aku mendarat di Nagoya, memang Jepang betul-betul bersih, indah dan masyarakatnya ramah, seperti layaknya negara-negara timur yang terkenal penduduknya ramah.


Waktu masuk di airport Nagoya tidak ada masalah, paling dikasih tunjuk gambar pistol, obat-obat terlarang, dengan modal geleng kepala saja aku sudah lolos dari pemeriksaan, aman…


Satu bulan di Jepang seperti sebentar, Saito san memang baik, aku diajak ke Tokyo, Tokyo ha nihon no suuto desu, ya…ibukota Jepang. Dengan hato basu, keliling Tokyou, Tokyo Tower sing duwure amit-amit 360 m, makan siang di aksasa hotel juga gedung sing duwur banget sampai lihat gedung sebelah seperti bergoyang-goyang. Tokyo kaya Jakarta, gedung tinggi-tinggi, mobil banyak, orang penuh. Tokyo ha ookina machi desu.


Aku juga berkesempatan keliling Kyoto, kota tua yang bersejarah, banyak kuil kuno, peninggalan sejarah Jepang lainya. Karena waktu itu bertepatan dengan piknik bareng-bareng sesama karyawan Saito Wood Craft, nginep rame-rame di Kyoto.


Waktu itu bulan juli, hujan dan cuaca puaaanas tenan, kalau aku pulang ke apartemen, ya…..kos-kosan gitu ajalah, suhu dikamar bisa mencapai 45 derajat celcius, maklum gak pakai AC, kelas ekonomi pas-pasan. Makanan wah….susah ya…sasimi ha amari suki janai ne….tapi aku pesen sama bos, pokoknya jangan yang pakai buta niku alias daging babi, haram…Sholat merupakan satu persoalan tersendiri, masjid susah dicari, waktu subuh sudah masuk sekitar jan 2 dini hari, magrig jam 8 malam.


Waktu pulang telah tiba, ya…walaupun diJepang memang indah, bersih, tapi rindu kampung halaman tak bisa kubuang begitu saja, apalagi waktu itu anak saya yang pertama baru berumur satu tahunan, kuangen tenan, anak, istri, makan jawa, maklum wong jowo…


Begitu mendarat di Ngurah Rai airport, Denpasar hatiku plong banget, tapi juga dag-dig-dug. Plong karena sudah sampai tanah air, dag-dig-dug karena dari beberapa info sebelumnya di Denpasar bea cukainya galak-galak, aku bawa banyak barang dari omiage temen-temen diJepang, jangan-jangan kena pajaklah atau dipersulitlah. Tapi semua itu tak terjadi,…..begitu orang bea cukai buka tas pertama saya…dia lihat sarung saya……entah karena ambune..atau dia pikir aku orang kampung, aku nggak ngerti tiba-tiba dia meloloskan semua barang bawaan saya tanpa pemeriksaan lebih lanjut, sarungku menyelamatkan pemeriksaan. Terima kasih banyak ya….sarung……