BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 09 Mei 2009

Nilai Sebuah Karya


Pagi ini, sabtu pas liburan waisak, seperti biasanya saya antar istriku tercinta ke pasar Sokaraja, kebetulan anak perempuan saya minta dibelikan pithi (jawa), atau cething, aduh……bahasa Indonesianya apanya, pokoknya tempat nasi yang terbuat dari bamboo, katanya mau untuk perlengkapan menari. Dulu waktu aku masih kecil hampir semua orang memanfaatkannya sebagai tempat nasi,tapi belakangan posisinya sudah tergeser oleh bahan dari plastik.


Begitu sudah selesei beli ini itu, tiba saatnya saya cari pithi titipan anak saya, ada sebuah los yang spesial menjual peralatan dapur, ada yang terbuat dari bamboo, kayu, logam pokoknya komplitlah. Saya terkejut mendengar harga yang ditawarkan oleh sang penjual….Rp 2500. Padahal dibenak saya ya..kira-kira Rp 10.000 an, begitu sudah kita bayar, istri saya yang guru kesenian dengan nada agak kecewa berkomentar kok…murah banget yo…..dia agak kurang rela jika sebuah karya “seni” pithi sang tempat nasi itu dihargai semurah itu. Terus dibayangkan cara membuatnya, waktu yang diperlukan untuk menyeleseikan sebuah pithi, wah terlalu, katanya. Terus, kira-kira berapa harga beli pedagang dipasar, atau tengkulak, atau agen yang diberikan si pembuat pithi itu, kira-kira Rp. 1.500 an.


Ini memang ironis, pantas bila perekonomian rakyat pedesaan, yang petani, yang pengrajin dan lain-lainya itu selalu terpuruk. Para pengrajin memang tidak bisa membayar biaya promosi di televisi, diradio, dikoran-koran. Mereka selalu menjadi korban tengkulak, para pedagang antara. Bagaimana dengan pithi modern yang menggunakan setrom alias magicjar, yongma, miyako, phillip, mereka gencar berpromosi, karena memang dia punya modal.


Saya jadi teringat tetangga saya dikampung yang banyak membuat besek dari bamboo, itupun harganya juga murah sekali. Dipabrik yang sekarang saya bekerja juga membuat semacam besek, tapi terbuat dari kayu yang diekspor ke Jepang. Disana untuk tempak mie, tempat ikan dan lain-lain, saya pikir harganya tidak murah amat dan sekali pakai dibuang.


Besek dan pithi mengusik pikiranku, hokum ekonomi, ekonomi pasar bebas, pemodal raksasa memegang kendali persaingan, ya…persaingan ekonomi global, akankah kita rela barang asing membanjiri system pasar kita, pemain lokal hanya gigit jari menjadi korban iklan, padahal barang-barang asing itu belum tentu baik dari segi apapun. Kelihatannya persaingan itu sudah mulai, dan hasil akhir persaingan itu kita semua sudah bisa membayangkan siapa yang bakal kalah…..lihatlah pasar modern sudah berjajar rapat menutupi pasar-pasar local, kalau bukan kita kira-kira siapa yang akan membantu saudara kita…..

0 komentar: