BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 20 Juni 2009

HARI BERGANTI HARI....


Begitulah keadaannya bahwa hari-hari itu disilih bergantikan dengan adil dan sangat cermat, sehingga manusia dengan NAFSU-NYA tidak bosan untuk menjalani hidup ini. Demikian juga “AHWAL” atau keadaan seseorang itu diputar dari kondisi yang satu menjadi kondisi yang lain agar manusia mau berpikir.

Tidak ada yang KEKAL didunia ini, semua manusia mendapatkan haknya untuk senang dan kemudian bersedih sesuai kapasitasnya masing-masing, baik si kaya ataupun si miskin, yang pandai dan yang bodoh, si tua dan yang muda oleh karena itu betul adanya ungkapan “SAWANG SINAWANGAN”. Yang tua kadang melihat anak muda lebih nyaman dan sebaliknya. Si kaya melihat si miskin bisa tidur nyenyak kapanpun dan dimanapun, sedang dirinya sulit tidur…..

“COKRO MANGGILINGAN” dan roda itu berputar, kadang diatas dan kadang dibawah, begitulah keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu kita harus bersyukur mana kala posisi kita lagi diatas dan harus selalu ingt dengan yang dibawah. Sebaliknya kita mesti bersabar apabila posisi kita sedang dibawah, dengan disertai keyakinan bahwa ini semua tidaklah lama, hanya menunggu giliran.

Seperti layaknya matahari, begitulah siklus kehidupan manusia. Sinar paginya hangat dan menyehatkan, begitu pula waktu kita anak-anak lucu dan memberikan kesenangan kepada orang tua kita. Sinar matahari dikala siang, terik dan menyengat, begitu pula kita waktu remaja sangat produktif dan agresif, tidak peduli apapun rintangan, dan kita saat itu dalam kondisi yang prima. Sinar matahari senja diufuk barat, keemasan nan indah dipandang, memberi tanda bagi makluk dunia bahwa hari menjelang malam, itulah kita bila sudah menjelang usia senja, sudah selayaknya manusia yang tua memberi tauladan yang baik dan dapat memberi peringatan bagi generasi muda agar dapat mengarungi samodra kehidupan dengan selamat. Semoga bermanfaat wasalam.

NENEK-KU AKU MENGAGUMI-MU


Inilah salah satu orang yang aku kagum padanya, Tiayah begitu pendek namanya. Dari rahim beliau lahir bapak-ku Haji Mohammad Takrip. Beliau melahirkan tiga orang anak dengan tiga suami yang berbeda, begitulah jaman dahulu kawin cerai sangatlah mudahnya. Beliau meninggal kira-kira empat atau lima tahun yang lalu dalam usia tak seorangpun mengetahui pastinya.

Dari Lahir Hingga Meninggal Terus Menderita
Beliau lahir didesa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, dari kecil hidupnya terus berpindah-pindah karena sulitnya masa penjajahan Belanda waktu itu. Beliau sering bercerita atau mendongeng waktu aku masih kecil. Waktu jaman sulit dulu pernah menanak nasi dicampur dengan pasir agar supaya tidak enak makan sehingga nasinya awet.

Waktu saya masih kecil dulu pernah ikut dengan kami di Kediri bersama dua orang cucunya yang anaknya pakde saya atau anak pertama nenek saya. Dulu katanya pakde saya salah satu orang yang sukses karena waktu itu sudah menjadi pemborong bangunan, beliau meninggal karena diguna-guna oleh saingan bisnisnya.

Nenek-ku orang yang sangat sabar, tidak pernah mengeluh sedikitpun walaupun kehidupannya sangat sederhana, tidak pernah sepatah katapun keluar dari mulutnya kata-kata yang kotor apalagi menjelekan seseorang…dan beliau orang taat beragama, walaupun tidak pernah mengaji tapi tutur katanya senantiasa menyejukkan hati…….
Beliau orang yang pandai berterima kasih, kepada siapapun yang memberi hadiah sehingga orang yang memberi hadiah senang sekali melihatnya, apapun hadiah itu seberapapun hadiah itu, perlakuan nenek sama saja.

Detik-detik waktu beliau mau berpulang kepangkuan Illahi…beliau tidak mau dibawa ke rumah sakit…waktu itu jam 9 pagi…dan kira-kira jam 12 tengah hari…menghembuskan nafasnya yang terakhir. Waktu aku dikabari…aku sedang ziarah di makam Mbah Dalhar dan mau sowan Mbah Mad di Watucongol…tidak sedikitpun perasaan sedih karena saya yakin Tuhan akan menolongnya…amin.

Peninggalan Yang Sangat Berharga
Nenek-ku tidak meninggalkan warisan berupa harta benda. Beliau meninggalkan warisan suri tauladan bagaimana menempuh hidup ini agar bisa selamat dunia dan akherat. Dia senantiasa mendoakan anak cucunya dan siapa saja yang menemuinya dan beliau selalu berwasiat “Sing ati-ati yo le..sing tetep imane lan Islame..” kata ini sering sekali diucapkannya seolah-olah beliau sangat mengkhawatirkannya….

Inilah satu do’a yang diberikan kepadaku, yaitu doa menjelang belajar dan doa ini saya pakai atau saya baca setiap saya mau belajar…”ATI-ATI SIRO TANGI-O, AYO NGAJI PEPADANGE ATI, OBOR-KU JATI DAMAR-KU KURUNG, CEMENTHEL ING KURUNG-E ATI, BYAR PADANG TRAWANGAN, DUDU PADANGE RINO LAN DUDU PADANGE WENGI, PADANGE WONG NGREBUT IMAN, IMAN OPO IMAN TAUHID SAKING KERSANE ALLAH….LA ILLA HA ILLALLOH MUHAMMADAROSULULLOH”

Saya tidak tahu persis maknanya tapi kira-kira, bahwa menuntut ilmu yang utama adalah ilmu yang membuat hati ini terang yang senantiasa mendapat cahaya TAUHID dari Yang Maha Nyata…dan apabila hati sudah terang maka semua menjadi nyata, yang buruk sangat jelas keburukkannya dan yang benar nyata pula kebenarannya.

Kutulis kenangan saya ini agar anak cucuku kelak bisa melihat bahwa dulu mereka punya nenek yang bisa dibanggakan sehingga mereka bisa meneladaninya. Selamat jalan nenk-ku….aku tetap menyayangi-mu, semoga Tuhan menambah pahala atas amal dan ibadah-mu dan saya akan bersaksi bahwa engkau nenek yang baik, yang bisa ditauladani oleh anak cucunya…amin. Semoga bermanfaat, wasalam.

Rabu, 17 Juni 2009

NRIMO ING PANDUM....


Bapak-ku biasa mendongeng waktu aku masih kecil, terutama menjelang tidur, rasanya memang nikmat banget mendengar dongeng sambil di-elus-elus, langsung “mak leesss” tahu-tahu sudah pagi.

Inilah salah satu dongeng yang masih ku-ingat betul : “Pada jaman dahulu kala, disuatu desa terpencil, hiduplah seorang janda dengan seorang anak laki-lakinya. Dia hidup miskin dibandingkan tetangga yang lainnya. Pekerjaannya hanyalah mencari kayu bakar dipagi hari dan dibawanya ke pasar terdekat untuk ditukarkan dengan kebutuhan pokok, ya,….hidupnya hanya pas-pasan, malah termasuk masih kekurangan, kadang pagi bisa makan dan siang belum tentu bisa makan, begitu dan seterusnya.

Pada suatu hari pagi-pagi sekali ibu dan anaknya sudah berada dihutan untuk mencari kayu bakar, tiba-tiba anaknya mengerang: “mbok….aku luwe…” ya..karena dari kemarin sore mereka berdua belum makan. Ibunya bilang “sabar sik yo le…mengko nek wis oleh kayu terus ndang diijolke sego, tapi aku wis ura kuwat mbok…wetengku nganti loro mbok..,” ya dasar anak kecil begitulah, keadaannya.

Yo wis tunggu nen neng kene sedelo si mbok tak golek kayu sik yo, ojo menyang endi-endi yo…., terus seperti biasanya sang ibu mencari kayu bakar. Dan tak lama berselang tiba-tiba si anak ini merasa didatangi seorang kakek berjubah putih, pokoknya berpakaian serba putih. “ Thole cah bagus, lagi ngopo kowe neng kene, isih cilik kok dolan menyang alas? Tanya kakek tua itu. “Kulo sawek ngentosi si mbok kulo sawek pados kayu bakar” jawab anak tersebut.

“Lho wetengmu geneo, kok dicekeli…? Tanya kakek, inggih kulo ngelih sanget kek…! Jawab anak tersebut, oh…ngono…yo wis iki tak wenehi buah, wis ndang dipangan mengko ngelihe ben ndang ilang”, maka langsung dimakannya buah yang seperti buah sawo itu, dan tak lama perutnya sudah merasa kenyang, bersamaan dengan itu lenyap pula sang kakek entah kemana.

Tak lama kemudian sang ibu datang, maka langsung diajaknya anaknya buru-buru pergi ke pasar untuk segera menukarkan kayu bakarnya dengan sekedar makanan untuk mengganjal perutnya. Setelah sampai dipasar seperti biasanya ditukarnya kayu bakar dengan beberapa makanan dan kebutuhan yang lainya, dan terus pulang ke rumah.

Setelah malam tiba, sang anak merasakan sakit dibagian perutnya, ditahannya rasa sakit itu tapi semakin lama sakitnya tambah menjadi-jadi, maka sang anak bilang sama ibunya : “mbok wetengku loro mbok…aku terno ngising mbok…” karena sudah lewat tengah malam, maka diantarnya anaknya kebelakang rumah dibawah pohon bambu, karena tidak punya WC seperti jaman sekarang.

Betapa terkejutnya sang ibu, dan dipeluknya anaknya itu sambil menangis tersedu-sedu karena saking senengnya, karena anaknya “berak emas”. Le……awak-e dewe dadi wong sugih saiki le…..sambil terisak-isak ibunya bilang pada anaknya. Ibunya menanyakan kowe mau neng alas mangan opo le? Akhirnya anaknya menceritakan pertemuannya dengan kakek tua yang berpakaian serba putih.

Berita sang anak janda “berak emas” langsung tersebar keseluruh pelosok desa. Begitu juga cerita pertemuan sang anak dengan kakek tua dihutan dimana ibunya mencari kayu bakar juga menjadi bahan cerita yang tidak ada habisnya, seperti gossip-gosip yang memang enak didengarkan.

Dari sekian banyak tetangga, ada salah satu yang “meri” atau iri dengan apa yang diperoleh janda dan anaknya tersebut, padaha dia termasuk orang kaya dikampungnya. Dengan semangat 45 maka dibawanya anak laki-lakinya ke hutan dimana sang anak janda itu ketemu dengan kakek tua itu, ya…berpura-pura mencari kayu bakar sambil berharap agar anaknya ditemui kakek tuan dan biberi buah seperti anak janda itu.

Hampir seharian dia tinggal dihutan itu, ketika menjelang sore maka diajaknya anaknya pulang. Dan “ndilallah” waktu tengan malam sang anak ini juga merasakan sakit perut, wah…sang ibu senang bukan kepalang, maka dipersiapkannya tempat yang bagus. Wis le…koe ngising kene wae, neng nduwur kasur kene, ora susah adoh-adoh, ben emase langsung dijukuk kepenak! Kira-kira apa yang terjadi saudara?

Memang anak itu berak, tapi bukan berak emas tapi berak “tahi” sungguhan, wis ambune ora karuan, mencret lagi….wah mblabar dadi sak kasur. Kontan sang itu marah besar pada anaknya :” oh…dasar anak-e wong edan…bocah kakean mbadok..kon ngising emas malah mencet tekan endi-endi…”.

Apa hikmah yang dapat kita ambil saudara? ….memang derajat, semat lan pangkat itu sudah diatur oleh Gusti….jadi kita tidak layak meri, iri…semoga kita dapat berlaku nrimo…ing pandum……semoga bermanfaat….wasalam.

Sabtu, 13 Juni 2009

Saudari Siti Hajar di Aniaya di Malaysia, Siapa Yang Salah?


Satu lagi kasus Saudari kita Siti Hajar, sebuah kasus penganiayaan pembantu rumah tangga asal Indonesia dinegeri Jiran Malaysia, sebelumnya kasus neng Manohara juga mengaku dianiaya oleh suaminya sendiri kang Tengku Fahri. Maka lengkap sudah penderitaan kita bangsa yang katanya toto tentrem kerto raharjo? Bangsa yang subur makmur loh jinawi, tongkat kayu dan batu jadi tanaman (kata Koes Plus).

Saya terus terang bingung? Mau menulis apanya dari kasus ini karena saking kompleksnya permasalahan yang terkandung didalamnya. Banyak pertanyaan yang muncul didalamnya, mengapa warga kita banyak yang pergi ke Malaysia? Dan kenapa kebanyakan dari mereka itu jadi pembantu rumah tangga? Apakah dinegeri kita sendiri tidak ada pekerjaan walaupun hanya sekedar menjadi pembantu? Terus apa yang sudah kita perbuat untuk mengatasi masalah ini? Kira-kira kita bisa nggak kedepan akan lebih baik dari sekarang? Apakah warga kita sekarang sudah menjadi masyarakat yang konsumtif sehingga memerlukan uang yang lebih banyak untuk bisa bertahan hidup? Mungkinkah warga kita sudah tidak betah lagi hidup dinegerinya sendiri? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dikepala saya…

KITA BANGSA YANG BESAR?
Menilik sejarah bangsa kita, memang negara kita ini adalah negara yang besar. Wilayah negara kita luas, jumlah penduduk kita banyak, sumber daya alam kita melimpah, kayu, minyak, batu bara, emas dan masih banyak yang lainnya. Sungguh dari kaca mata manapun kita ini memang bangsa yang besar. Perkembangan kemajuan dibidang fisik kitapun tidak kalah dengan negara-negara lain. Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta bertebaran dimana-mana, sekolah menengah juga sudah menembus segenap penjuru pelosok tanah air.

SIAPA YANG SALAH?
Kasus penganiayaan pekerja kita diluar negeri sudah banyak terjadi, deretan panjang kisah penderitaan tenaga kerja kita yang bekerja diluar negeri sudah sering kita dengar, atau mungkin diantara kita malah ada yang tetangganya menjadi korban kasus ini jadi bukan saja kata berita tapi melihat dengan mata kepala sendiri.

Mencari kesalahan pihak lain adalah hal yang mudah dan lumrah kita lakukan. Tetapi mencari jalan keluar ini memang sulit, kita hanya bisa mengandai-andai saja. Seandainya pemerintah kita arif dan bijaksana? Seandainya pemerintah kita dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dinegeri ini? Seandainya pemerintah kita berhasil menarik dan menjaga investor asing dinegeri ini? Seandainya upah buruh dinegeri ini memadai dan cukup untuk sekedar bertahan hidup? Dan seandainya warga bangsa kita ini tidak mudah kena bujuk rayu iklan? Seandainya warga kita ini mau bersabar untuk tetap mau mencari penghidupan dinegerinya sendiri dan bisa merasa cukup dengan apa yang ada?

Apa yang kita andaikan itu hampir semua tidak terjadi, pemerintah kita gagal membawa bangsa ini lebih bermartabat dimata dunia sehingga warga kita tidak “dikoyo-koyo” dinegeri orang. Pemerintah kita gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi warganya. Pemerintah kita tidak dapat menarik investor asing masuk ke negeri ini, malah mempertahankan yang sudah ada saja sulit, karena kasus pungli aparat kita? Karena dinegeri kita dinilai menjadi tempat produksi biaya tinggi? Korupsi meraja lela?

Bagaimana dengan karakter warga kita? Warga kita mudah sekali kena bujuk rayu yang belum tentu kebenarannya. Warga kita sekarang konsumtif, oleh karena itu negeri ini menjadi lahan yang empuk bagi barang asing asal murah, kita tidak mau berfikir sedikit untuk kepentingan masyarakat sendiri, sehingga produsen barang-barang dinegeri ini banyak yang gulung tikar, pasar-pasar tradisional sepi pembeli, sehingga mata rantai perekonomian kita terputus, ya…..nasionalisme kita mungkin agak luntur….Warga kita kurang sabar, sehingga maunya merubah nasib ini dalam waktu yang pendek, sehingga mereka rela meninggalkan tanah airnya, rela meninggalkan keluarga dan anak-anaknya demi alasan merubah nasib.

WAHAI BAPAK PEMIMPIN?
Apabila bapak atau ibu ditakdirkan jadi pemempin, hendaknya hanya rakyat yang pantas menjadi perhatian saudara. Saya dengar dari teman saya katanya salah satu pimpinan dinegeri China berpidato dihadapan rakyatnya dalam acara pelantikannya : “Wahai saudaraku, rakyatku, tolong dengar baik-baik dan catat dengan teliti bahwa saya bertekad memberantas korupsi dan penyelewengan yang ada dinegeri ini, maka siapkan 100 peti mati, yang 99 akan saya isi dengan mayat-mayat koruptor negeri ini dan sisakan satu buah untuk mayatku bila saya terbukti korupsi! Bagiku cukuplah apabila saya dapat menyeleseikan jabatan saya dengan tidak berkorupsi” negeri China yang konon sosialis saja punya pemimpin seperti itu, alangkah indahnya bila kita negeri yang Pancasilais juga dapat meniru, bagamana menurut pendapat saudara?

Sekiranya baik bagi bapak dan ibu pemimpin memperhatikan sebuah ungkapan yang ditulis oleh saudara alangalang kumitir berikut ini :” Anakku, lihatlah stupa di puncak candi itu, manis dan indah bukan? tetapi ketahuilah, bahwa stupa itu tak kan berada di puncak candi jikalau tidak ada batu-batu dasar yang mendungkungnya. itulah ibaratnya rakyat jelata, itulah gambaran para budak dan hamba sahaya para raja. Oleh sebab itu, jikalau Tuhan memang mentakdirkan dirimu menjadi raja, janganlah kau lupa kepada rakyat jelata yang menaikkan dirimu ke atas puncak dari segala puncak kemegahan kerajaan warisan nenek moyangmu. Cintailah dan hargailah sesamamu, terutama rakyatmu yang menderita dan memerlukan uluran tanganmu”.

WAHAI SAUDARAKU?
Menggantungkan urusan ini kepada pemimpin sangatlah tidak adil, kita sebagai anak bangsa juga mempunyai andil yang cukup penting dalam masalah ini. Kita sebagai rakyat haruslah saling bahu membahu dengan para pimpinan untuk keluar dari persoalan ini. Kita sebagai rakyat harus dapat menempatkan diri sebagai rakyat yang baik, tidak hanya pandai menuntut, tetapi kita harus dapat memberikan sumbang peran yang baik.

Mari sebagai rakyat mau senantiasa menambah pengetahuan, agar kita tidak mudah dibodohi oleh orang lain, kita senantiasa mau bertanya kepada orang yang betul-betul faham dalam urusan yang kita tidak mengetahuinya. Mau bersabar dan tidak “grusa-grusu” dalam urusan apapun, dan jangan lupa senantiasa doakanlah para pemimpin dan anak-anak keturunan kita agar kelak akan kita raih kegemilangan. Dan apabila betul-betul sulit tetaplah bersabar dan fikirkanlah bahwa hidup didunia ini tidak lama, maka jangan berbuat yang melanggar hokum. 
Cobalah simak “welinge” mas Kumitir berikut ini:
Sebagai pandita sikapnya bijaksana dan waskita Saleh dan taat pada agama, mendalami sastra budaya, Sebagai satria benar perwira dan bertata-krama Gagah berani menjaga keselamatan masyarakat, Sebagai pedagang semangatnya bekerja keras Mengadakan barang dan memberi pekerjaan, Sebagai petani sikapnya jujur, rendah-hati, dan bersahaja Dipuji karena giat memelihara sawah dan ternak.

Satukanlah sikap kelimanya itu Dalam hidup dan dalam pekerjaanmu, karena Sebagai pendeta belaka, dapat melalaikan sesamanya Sebagai satria semata, sering lupa sebab-akibat derita manusia Sebagai pedagang saja, kerap mencari untung tanpa memberi Sebagai petani saja, sempit cakrawalanya dan mudah ditipu.

Bagi masyarakat menengah ke atas fikirkan daya konsumsi kita, mari kita arahkan untuk dalam rangka membantu rakyat kita dibandingkan urusan gengsi kita sendiri, saya yakin kita tidak akan turun derajat kita karena kita mengkomsumsi atau memakai produk bangsa sendiri. Membuka kran lebar-lebar bagi produk asing adalah sebuah keharusan, tetapi untuk membelinya bukanlah kewajiban, kita masih boleh memilih barang dan jasa yang mana yang akan kita beli! Senantiasa jaga keharmonisan keluarga dan jaga kesehatan anak turun kita, berikan pendidikan yang memadai dan manusiawi, pendidikan yang komplit yaitu ilmu dunia dan ilmu akherat sehingga kelak menjadi manusia yang dapat diharapkan sebagai penerus bangsa.

Semua memang butuh waktu, tetapi menunda urusan akan menambah panjang persoalan, demi anak cucu kita, mari kita mulai dari sekarang. Janganlah kita alergi dengan “nasionalisme” karena kalau bukan kita, siapa yang sanggup merubahnya? Kelihatannya sepele tetapi ini sangat bermanfaat, bagi kita dan bagi Indonesia, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan pertolongan kepada bangsa kita, sehingga martabat bangsa kita bisa pulih seperti jaman keemasan “Nusantara”. Kita bukan mengirim pembantu tetapi kita yang butuh pembantu, kita hanya akan mengirim tenaga ahli saja, dengan keyakinan dan kerja keras, saling bahu membahu dengan segenap komponen bangsa hal ini tidaklah mustahil. Semoga bermanfaat. Wasalam…..

Jumat, 12 Juni 2009

POKOK-E "KATUT"....


Ini salah satu prinsip atau kata menterengnya “kiat” yang saya dapatkan dari guru matematika saya waktu dibangku SMP. Beliau bapak Soedarsono dawuh :”kowe dadi bocah ora usah kudu juara, tapi sing penting katut, koncomu munggah kelas yo..kowe katut, koncomu lulus yo..kowe katut, koncomu ketompo neng SMA negeri yo..kowe katut, koncomu ketompo neng perguruan tinggi Negeri yo kowe katut, pokok-e katut wae mengko kepenak”

Sampai sekarang ungkapan ini masih saya ingat betul, seolah-olah masih terdengar ditelinga saya dengan jelas sekali dan memang prinsip inilah yang saya pakai dalam kehidupan sehari-hari, ya…..pokok-e katut. Dengan demikian kita tidak “ngoyo” tapi mantap dalam segala langkah, kata orang “kulon” slow..bu..sure…

Prinsip inilah salah satu yang harus dipegang oleh produsen barang atau jasa, artinya kita mesti membuat barang atau memberikan pelayanan jasa yang seminimal mungkin barang atau jasa kita ini dapat diterima pasar, sehingga barang kita bisa laku tanpa ada masalah. Inilah pengalaman saya dalam memproduksi kotak makanan dari kayu sehingga dapat diterima dipasar Jepang yang terkenal “cerewet” dalam hal mutu.

Penerapannya Tidak Mudah
Walaupun kelihatannya sederhana “pokok-e katut” akan tetapi penerapanya tidak semudah yang kita bayangkan. Bagaimana tidak, yang tadinya kita duduk dibangku Sekolah Lanjutan Pertama kemudian “katut” di Selokalah Lanjutan Atas Negeri yang notabene persaingan tambah ketat, tingkat kesulitan mata pelajaran makin sulit, iklim pergaulan makin bervariasi. Demikian juga apa bila kita masuk Perguruan Tinggi Negeri maka tingkat kesulitannyapun akan semakin tinggi.

Meluruskan “niat” adalah salah satu bentuk persiapan agar kita berhasil lulus ditingkat jenjang yang lebih tinggi. Seorang pelajar dan mahasiswa mesti meluruskan niat bahwa tujuan pelajar dan mahasiswa adalah menuntut ilmu. Apabila niat sudah benar maka sebesar apapun gangguan dan cobaan yang menerpa, semangat belajar tetap tinggi. Seorang pegawai atau pengusaha apa bila mempunyai niat yang benar, maka hal-hal yang negatif dapat dihindari.

Persiapan berikutnya adalah membenahi “tekat”, apabila niat sudah lurus maka tekat yang kuat adalah modal yang mesti diupayakan, walaupun kita niat berbuat baik kalau tidak diikuti dengan tekat yang kuat maka mustahil niat tersebut bisa kesampaian, walaupun kita berniat baikpun sudah berpahala.

Niat dan tekat apabila tidak didasari dengan “ilmu” yang mapan maka semua akan sia-sia belaka. Ilmu sangat penting dalam mengarungi kehidupan ini sebab dengan ilmu semua dapat kita atasi dengan baik. “barang siapa ingin sukses didunia, harus dengan ilmu, barang siapa ingin bahagia diakherat, harus dengan ilmu dan barang siapa ingin bahagia didunia dan diakherat juga harus dengan ilmu.

Hidup Ini Hanya Ujian
Begitulah kenyataannya, bahwa hidup ini penuh dengan ujian. Kita lolos dari ujian yang satu harus “nglakoni” ujian yang lainnya. Baru saja kita senang lolos dari ujian yang satu kita harus persiapan untuk ujian yang lain lagi. Maka benarlah Firman Tuhan :”Apakah kalau kamu mengaku beriman maka Aku tidak akan mengujumu?”

Karena ujian ini adalah suatu “keniscayaan” maka kita sebagai orang yang waspada harus senantiasa mempersiapkan diri, jika sewaktu-waktu ujian itu akan memaksa kita untuk menjalaninya.

Pernah sahabat saya bilang : “Yang penting kita itu ngelmu dulu, saiki nggladrah ora opo-opo, nanti nek sewaktu-waktu mau kembali sudah tahu ngelmunya” ya….ini sebuah kata penghibur, bahwa setelah “nggladrah” itu mesti kembali, bagaimana kita mau kembali kalau tidak tahu jalannya?

Mari menunut ilmu yang bermanfaat agar kita dapat menerapkan prinsip “pokok-e katut” ini, yang utama adalah kita mesti lolos ujian terakhir, yaitu manakala manusia dibangunkan dari kubur dan dikumpulkan dimakhsar…..kita mesti menunggu giliran untuk diuji….dinilai hasil pekerjaan kita selama didunia….pada saat anak laki-laki tidak kuasa menolong bapaknya dan sebaliknya….syukur-syukur kita dapat PMDK,jadi tidak usah melewati ujian itu….seandainya kita punya “guru” yang dapat mempertanggung jawabkan diri kita dan seandainya kita punya rombongan yang terpercaya….

Waktu masih ada….belum terlambat…semoga kita dapat senantiasa “katut” dalam hal-hal yang baik……amin, semoga bermanfaat. Wasalam……

Selasa, 09 Juni 2009

OJO DUMEH......


Masih ingatkah saudara dengan apa makna ungkapan ini? Saya kira hampir semua orang mengetahui apa makna ungkapan ini, karena kata ini bukan saja menjadi milik orang jawa, tapi rekan-rekan yang dari luar jawapun fasih dan faham akan makna ungkapan ini, bahkan saya punya satu orang Jepang yang sangat menyukai ungkapan ini, dia sering mengucapkannya dan setiap dia mengucapkan selalu bibirnya tersenyum tanda dia sangat respek dengan ungkapan ini.

Dalam bahasa “gaul” ungkapan ini bermakna jangan sok, jangan mentang-mentang, dan sebagainya. Ungkapan ini biasa diikuti dengan sifat-sifat kemakmuran atau ketinggian sesuatu, atau bermacam-macam kesenangan dunia, missal ojodumeh sugih bondo, ojodumeh pinter, ojodumeh ayu atau bagus dan sebagainya, yang maksudnya adalah kita tidak boleh mengandalkan kelebihan kita dan menganggap orang lain lebih rendah disbanding kita?

Pelajaran yang dapat kita ambil dari ungkapan ini adalah bahwa kita mesti menganggap orang lain setara atau syukur-syukur bahwa orang lain itu lebih tinggi dibandingkan kita, inilah ajaran nenek moyang kita yang sangat monumental yang apabila kita teladani maka negara kita Indonesian ini akan damai, guyup rukun dan tentram. Waktu saya masih kecil tulisan ini ada dimana-mana, didinding-dinding rumah penduduk (ditulis sebagai hiasan dinding), digerobak-gerobak yang ditarik sapi, dibecak-becak, pokoknya dengan gampang kita menemukan ungkapan ini.

Berikut ini saya selipkan kisah “sufistik” yang mungkin gathuk dengan judul tulisan ini. Kisah ini saya peroleh dari ayahandaku (H. Moh. Takrip) yang senantiasa ndongeng setiap waktu menjelang tidur, wah….saya jadi bernostalgia jadinya, saya masih ingat betul cerita ini karena saya sangat terkesan dan saya akan ingat sampai kapanpun.

Al-kisah ada seorang perampok ulung yang ingin menitipkan anaknya disebuah pondok pesantren, walaupun dia seorang rampok, tetapi dia tidak ingin anaknya yang semata wayang juga menjadi perampok. Itulah naluri seorang ayah! Pasti semua ayah ingin anak-anaknya sukses hidupnya baik didunia maupun diakherat kelak. Suatu hari sang “perampok” itu sowan pada pak Kyai, Nuwun sewu pak Kyai, kulo sowan mriki sepindah bade silaturohim kalih pak Kyai, kaping kalihipun bade tuwi kasugenganipun pak Kyai sak keluarganipun lan kaping tiganipun kulo bade nderek titip anak lanang kulo supados ngaos wonten pondokipun pak Kyai mriki (walaupun dia perampok ulung jaman dulu, dia fasih bahasa jawa krama). Pak Kyai agak tersentak dan terdiam sejenak dalam hati beliau bergumam “aneh ya…ada perampok kok mau mondokkan anaknya, apa nggak salah dia? Lamunan pak Kyai dibuyarkan oleh pertanyaan sang perampok itu, kados pundi pak Kyai saget menopo mboten? Sambil kaget pak Kyai menjawab yo….yo….tak tompo anakmu mondok neng kene! Saking senangnya sang rampok memeluk pak Kyai sambil berucap matur nuwun pak Kyai….matur nuwun pak Kyai…..

Itulah adegan waktu pertama kali sang perampok menitipkan anaknya dipondok pesantren. Hari berganti hari dan bulanpun berganti bulan waktu terus berlalu, sang anak perampok itupun diajar dipondok pesantren itu layaknya anak-anak yang lain, tidak ada hal yang aneh pada anak perampok tersebut, malah dia termasuk anak yang berbakat, akhlaknyapun bagus, ya…semua baik-baik saja. Sampai pada suatu hari pak Kyai mau mengajak semua santri untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah.

Untuk menguji kejujuran dan sesungguhan para santri pak Kyai menguji para santrinya, tak luput sang anak perampokpun diujinya. Pak kyai menyuruh “mbakar” beton (biji buah nangka yang sudah masak) sebanyak 10 biji, dia panggil sang santri “le…..bakaren beton 10 iki, mengko nek wis mateng gawanen mrene! Itulah ujian yang diberikan pak Kyai kepada sang santri anak perampok itu.

Ya…..apes, tembung ndilalah kersane Allah, diluar dugaan sang santri ini beton yang 10 biji ini tinggal 9 biji, diapun bingung setengah mati, dicarinya beton yang satu itu kemana saja akan tetapi tidak ketemu. Diapun pasrah…..dengan lunglai dan kurang bersemangat, dengan perasaan takut diapun menghadap pada pak Kyai, ngapunten pak Kyai betonipun kantun 9 pak Kyai, sak-estu kulo mboten nedo…pak Kyai, beton niku ical karepe piyambak, ngapunten pak Kyai……

Dalam hati pak Kyai oh…dasar anak maling, ya…..maling baeeen! Singkat cerita, maka tiba saatnya para santri berangkat ke Mekah untuk pergi haji, tetapi si anak rampok ini “ditilapne” atau sengaja tidak diajak, mengetahui bahwa dirinya tidak diajak si santri ini pasrah, tetapi diapun ingin sekali berangkat ke Mekah dan ke makam Rosululloh SAW, itulah yang cita-cita yang sudah lama dia impikan dan apa yang terjadi saudara?
Si santri ini nekat, sendirian dia berangkat ke pelabuahan dan dia bikin rakit dari batang pohon pisang, setelah jadi rakit itu dia ceburkan ke laut dan diapun naik keatas rakit tersebut sambil berdoa “beton sepuluh dibakar, ilang siji gari songo” doa ini dia baca berulang-ulang dengan rintihan yang dalam sambil memohon keadilan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, dan apa hasilnya? Dia lebih dulu sampai di Mekah! Dibandingkan rombongan pak Kyai dengan santri-santri yang lain. Mengetahui hal ini pak Kyai segera minta maaf pada santrinya ini, ternyata santrinya ini tidak salah sama sekali….

Kejujuran dan tekad yang membaja adalah kuncinya, maka mari kita tanamkan kejujuran dalam diri kita karena kejujuran adalah salah satu bentuk investasi jangka panjang yang sewaktu-waktu diperlukan kita dapat memetiknya. Jangan percaya slogan “jujur-ajur” karena itu menjerumuskan. Memandang orang lain setara dengan kita walaupun dari golongan apapun dan dari keturunan apapun, membuat hidup ini ringan tanpa beban. Semoga bermanfaat, wasalam.

Minggu, 07 Juni 2009

TIKUSPUN MEMAHAMI NIAT BAIK KITA


Apa yang ada dipemikiran kita apabila kata tikus ini muncul dihadapan kita? Tentu beraneka ragam, tergantung pengalaman kita dengan si “tikus” ini. Tetapi hampir dapat dipastikan kesemuannya negatif. Tikus adalah binatang mengerat yang sangat merugikan, dia ini jorok sehingga bila dia tinggal disuatu tempat pasti timbul bau tak sedap, dia suka merusak benda-benda dirumah kita, bahkan sang koruptorpun disimbulkan oleh sang “tikus” ini, maka lengkap sudah gambaran bahwa tikus adalah merugikan.

Yang saya mau angkat dalam tulisan kali ini bukan tikus itu sendiri, tetapi sebuah pengalaman penulis dengan tikus. Sungguh benar bahwa Tuhan menciptakan segala sesuatu itu bukan sia-sia pasti bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi kadang kita belum dapat dengan tepat memahaminya.

Jengkel dengan banyaknya tikus dirumah kita? Begitulah yang saya alamai beberapa tahun yang lalu, suatu ketika ada seekor tikus yang terperangkap dalam sebuah oven roti yang tersimpan didapur, karena jengkel malah saya tutup rapat-rapat supaya si tikus ini tidak bisa keluar sama sekali, dengan harapan tikus ini mati konyol, hal ini berlangsung hari demi hari, si tikus ini berupaya keluar dengan cara “ngrikiti” oven tersebut, bila malam tiba betapa riuh suara oven yang dikrikiti itu, tetapi karena jengkel saya biarkan saja dan saya tahan walaupun berisik. Apa yang terjadi saudara? Diluar dugaan saya pada malam ketiga, si tikus ini raip begitu saya bangun dengan meninggalkan lubang pada oven roti itu, memang luar biasa, padahal oven itu terbuat dari pelat seng yang cukup tebal, akan tetapi tikus itu berhasil melubanginya dan berhasil lolos.

Bukan itu saja saudara, setelah berselang beberapa tahun kemudian kebetulan anak istri saya pulang kampung karena musim liburan sekolah, sedang saya tinggal sendirian dirumah. Seperti biasa bila saya sendiri dirumah tidak bikin makanan sendiri tetapi beli sajalah supaya gampang. Pada suatu malam, pas saya tertidur pulas salah satu jari kaki saya digigit tikus, ya…keluar darah walaupun sedikit, waktu itu saya kaget dan begitu agak sadar ternyata tikus yang menggigit saya, karena saya melihat sendiri ada tikus yang lari dari arah kaki saya. Marah? Jengkel?nyumpahi tikus? Tentu saudara bagaimana tidak! Tetapi saya tidak berdaya mau berbuat apa? Si tikus itu lari entah kemana?

Hari-hari setelah kejadian itu kewaspadaan terhadap tikus saya tingkatkan, pokoknya saya siap berperang dengan tikus, siaga satu begitu seperti layaknya tentara. Hari demi hari, bulan demi bulan dan waktupun berlalu begitu lama, sampai suatu waktu Tuhan memberi kesadaran pada saya bahwa tikuspun ciptaan Tuhan, dia makluk Tuhan. Saya diingatkan oleh kisah bahwa Imam Al-Gozali seorang Ulama yang hebat itupun masuk surga bukan karena amalnya, bukan karena ilmunya, akan tetapi karena perbuatannya yang kelihatannya sepele, tetapi beliau lakukan dengan penuh kesadaran dan penuh keikhlasan, yaitu suatu hari beliau membiarkan seekor lalat yang hinggap dipena yang beliau gunakan untuk menulis kitab, sehingga lalat itu puas minum tintanya.

Waktu berlalu beberapa tahun kemudian, sungguh Tuhan mencoba kesadaran saya, pada suatu malam saya bangun lalu ke kamar mandi tak kuduga ada tikus didalam bak mandi, saya tidak habis pikir dari mana tikus itu bisa masuk bak mandi? Seandainya saya mau menghabisi tikus saat itu juga saya sanggup melakukannya, tetapi saya mengambil tindakan yang berlawanan, saya ambil tikus itu dengan ember lalu saya buang dijalan depan rumah saya sambil dalam hati saya berkata pada tikus: Hai tikus kali ini aku menolongmu, tolong sampaikan pada kawan-kawanmu jangan ganggu rumahku lagi, byyuuuuurrrrr kubuang tikus itu serta merta dia lari.

Saaudaraku yang berbahagia, diluar dugaan saya hal ini terjadi dalam tiga malam berturut-turut, dan sayapun melakukan hal sama, saya tolong tikus itu dengan perjanjian agar tikus itu tidak mengganggu rumah saya! Kira-kira apa yang terjadi setelah kejadian itu? Maha benar Tuhan dengan segala firman-Nya, tikus tidak pernah datang dirumahku lagi, sungguh tikus tidak pernah datang ke rumahku lagi! Tikus yang dulu saya sekap dioven roti itu, tikus yang dulu menggigit kaki saya dan tikus yang saya tolong dibak mandi boleh jadi tikus yang sama, boleh jadi tikus yang lain, hanya Tuhan yang tahu.

Saya yakin saudarapun pasti pernah berbuat baik yang melebihi apa yang saya tulis kali ini, mari senantiasa berbuat baik kepada siapapun makluk Tuhan dimuka bumi ini dan jangan sepelekan sekecil apapun perbuatan itu asal dilakukan dengan tulus ikhlas pasti Tuhan akan mencatat-Nya melalui malaikat-Nya. Semoga bermanfaat, amiiiin, wasalam….

Jumat, 05 Juni 2009

ULAMA DUNIA YANG RENDAH DIRI


Beliau adalah Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani, yang mempunyai nama lengkap Abu Abd al-Mu’ti Muhammad Nawawi ibn Umar al- Tanara al-Jawi al-Bantani. Dilahirkan di Kampung Tanara, Serang, Banten pada tahun 1815 M/1230 H. Pada tanggal 25 Syawal 1314 H/1897 M. Nawawi menghembuskan nafasnya yang terakhir di usia 84 tahun. Ia dimakamkan di Ma’la dekat makam Siti Khadijah, Ummul Mukminin istri Nabi.

Pada usia 15 tahun, ia mendapat kesempatan untuk pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji. Di sana ia memanfaatkannya untuk belajar ilmu kalam, bahasa dan sastra Arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqh. Setelah tiga tahun belajar di Mekkah ia kembali ke daerahnya tahun 1833 dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif cukup lengkap untuk membantu ayahnya mengajar para santri. Nawawi yang sejak kecil telah menunjukkan kecerdasannya langsung mendapat simpati dari masyarakat Kedatangannya membuat pesantren yang dibina ayahnya membludak didatangi oleh santri yang datang dari berbagai pelosok. Namun hanya beberapa tahun kemudian ia memutuskan berangkat lagi ke Mekkah sesuai dengan impiannya untuk mukim dan menetap di sana.
Di Mekkah ia melanjutkan belajar ke guru-gurunya yang terkenal, pertama kali ia mengikuti bimbingan dari Syeikh Ahmad Khatib Sambas (Penyatu Thariqat Qodiriyah-Naqsyabandiyah di Indonesia) dan Syekh Abdul Gani Duma, ulama asal Indonesia yang bermukim di sana. Setelah itu belajar pada Sayid Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan yang keduanya di Mekkah. Sedang di Madinah, ia belajar pada Muhammad Khatib al-Hanbali. Kemudian ia melanjutkan pelajarannya pada ulama-ulama besar di Mesir dan Syam (Syiria). Menurut penuturan Abdul Jabbar bahwa Nawawi juga pemah melakukan perjalanan menuntut ilmunya ke Mesir. Salah satu Guru utamanya pun berasal dari Mesir seperti SyekhYusuf Sumbulawini dan SyekhAhmad Nahrawi.
Setelah ia memutuskan untuk memilih hidup di Mekkah dan meninggalkan kampung halamannya ia menimba ilmu lebih dalam lagi di Mekkah selama 30 tahun. Kemudian pada tahun 1860 Nawawi mulai mengajar di lingkungan Masjid al-Haram. Prestasi mengajarnya cukup memuaskan karena dengan kedalaman pengetahuan agamanya, ia tercatat sebagai Ulama di sana. Pada tahun 1870 kesibukannya bertambah karena ia harus banyak menulis kitab. Inisiatif menulis banyak datang dari desakan sebagian koleganya yang meminta untuk menuliskan beberapa kitab. Kebanyakan permintaan itu datang dari sahabatnya yang berasal dari Jawi, karena dibutuhkan untuk dibacakan kembali di daerah asalnya. Desakan itu dapat terlihat dalam setiap karyanya yang sering ditulis atas permohonan sahabatnya. Kitab-kitab yang ditulisnya sebagian besar adalah kitab-kitab komentar (Syarh) dari karya-karya ulama sebelumnya yang populer dan dianggap sulit dipahami. Alasan menulis Syarh selain karena permintaan orang lain, Nawawi juga berkeinginan untuk melestarikan karya pendahulunya yang sering mengalami perubahan (ta’rif) dan pengurangan.
Dalam menyusun karyanya Nawawi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya, sebelum naik cetak naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Dilihat dari berbagai tempat kota penerbitan dan seringnya mengalami cetak ulang sebagaimana terlihat di atas maka dapat dipastikan bahwa karya tulisnya cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia sampai ke daerah Mesir dan Syiria. Karena karyanya yang tersebar luas dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan padat isinya ini, nama Nawawi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H/19 M. Karena kemasyhurannya ia mendapat gelar: A ‘yan ‘Ulama’ al-Qarn aI-Ra M’ ‘Asyar Li al-Hijrah,. AI-Imam al-Mul1aqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq, dan Sayyid ‘Ulama al-Hijaz.
Kesibukannya dalam menulis membuat Nawawi kesulitan dalam mengorganisir waktu sehingga tidak jarang untuk mengajar para pemula ia sering mendelegasikan siswa-siswa seniornya untuk membantunya. Cara ini kelak ditiru sebagai metode pembelajaran di beberapa pesantren di pulau Jawa. Di sana santri pemula dianjurkan harus menguasai beberapa ilmu dasar terlebih dahulu sebelum belajar langsung pada Syekhagar proses pembelajaran dengan Syekhtidak mengalami kesulitan.

Inilah salah satu kisah kerendahaan diri beliau, kisah ini saya dapatkan sewaktu saya mengikuti pengajian disalah satu pondok pesantren didaerah Kebasen Banyumas. Al-kisah karena kemasyhurannya maka para ulama Mesir waktu itu penasaran, kira-kira seperti apa orangnya kok ilmunya hebat sekali, sampai pada suatu hari beliau diundang atau diajak berdiskusi untuk membuktikan kehebatan ilmu beliau, sebenarnya beliau enggan untuk meladeni, atau memenuhi ajakan dan undangan tersebut akan tetapi karena desakan atau ajakkan itu datang bertubi-tubi akhirnya beliau hadiri undangan tersebut.

Beliau datang bukan sendiri akan tetapi mengajak orang keturunan Arab yang penampilannya meyakinkan, dari segi penampilan fisiknya tinggi besar, dari segi wajah yang mantaplah, dari segi bahasa Arab yang fasih. Orang Arab ini disuruh menyampaikan muqodimah (pendahuluan) dalam acara diskusi tersebut. Kata orang Arab tersebut : Saudara-saudara hadirin sekalian yang terhormat, dengan berat hati saya penuhi undangan acara diskusi hari ini, akan tetapi saya akan diwakili oleh pembantu saya ini (sambil menunjuk kepada Syekh Nawawi), apabila dalam diskusi nanti qodam saya (pembantu saya) tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan saudara-saudara, barulah saya sendiri yang akan menyampaikan pandangan terhadap pertanyaan yang saudara ajukan.

Maka dimulailah acara halaqoh tersebut, semua pertanyaan yang diajukan peserta diskusi dijawab dengan sempurna oleh Syekh Nawawi (yang berperan sebagai pembantu), sehingga semua hadirin merasa puas, sambil bergumam halam hatinya pembantunya saja seperti itu hebatnya, apalagi Syekh Nawawi Al-Bantani, kira-kira seperti apa kedalaman ilmunya. Inilah kecerdikan Syekh Nawawi yang memang hebat itu. Semoga bermanfaat.
Sumber: http://www.al-hasani.com/melayu/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=36
Pengajian acara Haul di Banyumas.

Rabu, 03 Juni 2009

NEGERI TIMUR YANG BERSINAR


Negeri matahari terbit, begitulah Jepang dijuluki, sebuah negara yang mengalami kemajuan dari segi kehidupan fisik yang luar biasa. Kemajuan jepang ditandai dengan kemajuan teknologi, pendapatan perkapita yang tinggi, pembangunan sarana dan prasarana yang mewah, jalan tol yang sudah tersambung dari ujung utara sampai ujung selatan tanpa terputus, kereta super cepat yang mewah, gedung pencakar langit dimana-mana, industri elektronika yang tersohor diseluruh penjuru dunia dan tak kalah mengagumkannya industri otomotifnya, sampai-sampai Amerika dan negara-negara Eropa dibikin kuwalahan jika harus bersaing denganJepang.

Pemahaman saya tentang Jepang karena secara kebetulan dari tahun 1990 sampai sekarang saya bekerja disebuah perusahaan yang selalu berhubungan dengan Jepang. Sekalai saya berkempatan berkunjung ke negeri matahari terbit itu, berangkat dari pergaulan dan pergumulan saya dengan Jepang membuat saya tertarik, kalau tidak mau dibilang jatuh hati dengan Jepang.

Ketertarikan denganJepang meliputi segala hal yang berbau Jepang, budayanya, karakter orangnya, keindahan lekuk-lekuk tulisannya, terutama adalah etos kerjanya.
Tulisan ini saya maksudkan agar kemajuan negara Jepang dapat kita ambil manfaatnya untuk kehidupan kita dinegeri tercinta Indonesia. Bukan maksud saya kita mesti meniru seratus persen tetapi kita ambil yang baik-baik saja yang mungkin kita terapkan, atau sekedar membangkitkan semangat dan ingatan kita karena kitapun sebenarnya juga memiliki kehebatan akan tetapi kita lupa menggalinya, kita lupa tidak menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Menjadi bangsa yang maju, mandiri, disegani oleh bangsa lain adalah suatu kebanggaan, suatu cita-cita yang mesti kita upayakan bersama, adalah tanggung jawab kolektif segenap anak bangsa, pimpinan negara maupun rakyat jelata. Kita patut bangga dulu nenek moyang kita pernah mengalami kemajuan yang luar biasa, daerah kekuasannya meliputi wilayah yang sangat luas, tentu kita masih ingat Majapahit, Patih Gadjah Mada bukan? Tetapi itu semua tinggal kenangan, betapa tidak dulu waktu kita baru merdeka, tetangga kita Malaysia mengirim sebagian warganya untuk menuntut ilmu diJakarta, tetapi bagamana sekarang kondisi itu sudah terbalik, sebagian warga kita merasa lebih bangga jika menuntut ilmu di negeri jiran itu. Malah jiran kita berani menyepelekan kita karena kita dianggap lemah dalam hal ekonomi, kehidupan social politik dan sebagainya dan sebagainya. Memang sungguh ironis, tetapi itulah kenyataan.

Situasi yang serba sulit
Barang kali inilah salah satu sebab mengapa orang Jepang mau bekerja keras untuk bertahan hidup. Keadaan alam yang kurang subur, iklim yang kurang bersahabat adalah salah satu factor yang mendorong masyarakat jepang terpaksa bekerja keras sebab kalau tidak mereka akan tamat riwayatnya. Ditambah dengan kekalahan perang dunia ke 2 oleh sekutu dan dijatuhinya bom atum di Hiroshima dan Nagasaki menambah kondisi Jepang tambah terpuruk, dari kondisi seperti itulah warga dan pemerintah Jepang berupaya untuk bertahan hidup yang hasilnya dapat kita lihat seperti sekarang ini, sengsara membawa nikmat.

Semangat kebersamaan yang tinggi
Inilah salah satu sifat penyokong mengapa Jepang bisa maju seperti sekarang ini. Mungkin inilah factor utama pendorong kemajuan Jepang. Semangat orang Jepang untuk maju bukan karena dilandasi oleh pengalaman keagamaan, karena menurut data tahun 1990an hanya sekitar 7% warga Jepang yang menganut agama tertentu, sisanya tidak menganut suatu agama manapun.

Apabila ada pegawai baru disebuah perusahaan, pegawai lama menerimanya dengan ramah, ucapan selamat bergabung nan lembut senantiasa diterima oleh pegawai baru. Pegawai baru mendapaatkan bimbingan yang memadai, karena mereka menyadari tidak lama lagi sang karyawan baru ini akan menjadi bagian dari team mereka yang akan berjuang bersama meraih kesuksesan perusahaan, alangkah indahnya kebersamaan seperti ini. Saya belum pernah merasakannya diperusahaan Indonesia dimana saya pernah bergabung. Apabila ada salah satu rekan kerjanya yang berprestasi dan mewakili perusahaannya untuk mengikuti sebuah konvensi misalnya, maka dukungan semangat dari rekan kerja yang lainnya sangatlah istimewa.

Tidak kalah pentingnya, rasa ikut memiliki pegawai Jepang ini sangat tinggi, sehingga mereka menjaga perusahaan seperti menjaga perusahaaannya sendiri, bekerja dengan kesungguhan prima. Hal ini ditambah lagi dengan penghargaan pemilik peruahaan terhadap pegawainya yang bukan basa-basi, tetapi dilakukannya dengan ketulusan yang dalam. Pada waktu tertentu mereka berpiknik bersama, pegawai dan pemilik perusahaan, disitulah diadakan sebuah acara ramah-tamah, pemilik perusahaan menyampaikan ucapan terima kasih karena para pegawai sudah mau bekerja keras untuk perusahaan, sebaliknya wakil salah satu pegawai menyampaikan ucapan terima kasih karena sudah mau menerima mereka bekerja, simbiosis mutualisme yang sangat nyata, indah bukan?

Budaya saling mengingatkan
Apabila terjadi suatu pelanggaran, maka orang-orang yang berada paling dekat mau mengingatkannya dengan senang hati. Apabila kita melanggar traffic light misalnya jangan heran bila bukan polisi yang ngomelin kita, tapi para pengguna jalan akan langsung menegur kita, demikian juga diperusahaan, dengan demikian sekecil apapun kesalahan langsung mendapatkan respon yang positif sehingga tidak akan menjadi kesalahan yang lebih fatal.

Kuat memegang tradisi dan nasionalisme yang tinggi
Aspek ini tidak kalah pentingnya dalam menyokong kemajuan Jepang, sehingga budaya nenek moyang baik berupa makanan, kesenian mereka pertahankan dan bahkan mereka gali untuk dikembangkan sehingga menjadi salah satu kekuatan Jepang. Dengan nasionalisme yang tinggi mereka tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal dari luar apalagi kalau soal ekonomi, mereka memakai produk sendiri yang memang sebenarnya bermutu tinggi, kasus mobil, elektronika misalnya. Ada satu kebiasaan atau tradisi, para suami sudah biasa pulang terlambat atau bahkan sampai larut malam untuk urusan pekerjaan, apabila suatu hari dia pulang cepat sang istri malah menegurnya dianggapnya suaminya tidak bersugguh-sungguh dalam bekerja.

Mau terus belajar
Hal ini ditunjukan dengan minat baca yang tinggi, hal ini dibuktikan dengan sebuah survei bahwa Koran-koran dijepang menerbitkan oplahnaya beberapa kali lipat dari jumlah penduduk jepang. Disetiap kesempatan, dibus, dikereta api dan dimanapun mereka sempatkan untuk membaca, kalau tidak ya tidur.
Dengan demikian orang Jepang senantiasa uptodate, senantiasa mengikuti perkembangan informasi yang ada.

Bagaimana denga Indonesian
Negara Jepang seperti itu bukan berarti segala-galanya, kita masih mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki Jepang, jadi kita tidak usah terlalu takut dan silau dengan kemajuan Jepang. Tetapi mengambil pelajaran adalah sifat bangsa yang bijak, agar kita bisa meraih kesuksesan hidup, atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tanah kita subur, laut kita banyak ikannya, bumi kita banyak minyaknya, batubaranya bahkan banyak emasnya, hutan kita laksana emas hijau, pokoknya kita ini harusnya bersyukur karena terlahir dinegeri yang subur makmur, toto tentrem, kerto raharjo gemah ripah, loh jinawi, tongkat dan batu jadi tanaman.

Kita ditakdirkan hidup dinegeri yang diberkahi, betapa tidak? Bangsa Indonesia hidup belandaskan Ketuhanan, artinya hidup kita sungguh merupakan karunia, sehingga apapun yang akan kita lakukan berdimensi ganda, yaitu dunia dan akherat. Kita berbuat dan meninggalkan sesuatu karena dasar keagamaan, dan ini harusnya lebih kuat dari pada atas dasar urusan keduniaan.

Nenek moyang kitapun mempunyai budaya yang luhur, yang patut kita pertahankan dan bahkan kita kembangkan, misalnya gotong royong, mikul duwur mendem jero, ojodumeh dan sebagainya. Dan terbukti dalam situasi krisis seperti apapun kita tetap bertahan sampai sekarang.

Kalau kita mau maju, kesempatan masih terbuka luas, kita hidup bukan untuk sekarang saja, akan tetapi mewarisi anak cucu dengan hal yang baik tentu lebih berharga dan lebih bermanfaat, kalau bukan dari kita mau siapa lagi. Kita mulai dari diri kita, keluarga kita, ajak temen kita, ajak anak buah kita untuk berbuat lebih baik.
Jujur itu nikmad, keras keras itu menyenangkan, dengan kebersamaan semua yang berat jadi ringan. Semoga bermanfaat.

Senin, 01 Juni 2009

AGAMA, AGEMAN


Saudaraku, semoga Tuhan Yang Maha Lembut senantiasa membelai-mbelai kita dengan kelembutanNya, sehingga kita senantiasa bersifat lemah lembut dalam gerak-gerik kita, dalam tingkah laku kita, semoga Tuhan Yang Maha Bijaksana senantiasa memberikan kebijaksanaanNya kepada kita, sehingga walaupun kita belum sempurna mengbdi kepadaNya, tetapi Tuhan senantiasa menambah nikmat yang diberikan kepada kita semua, amiiiin, ya…robbal`alamin.

Pakaian Terbaik Yang Pantas Kita Pakai
Saudaraku, begitulah nenek moyang kita otak-atik bahasa yang memang pas, bahwa agama itu layaknya pakaian. Tentu kita malu mengenakan pakaian yang tidak layak, apalagi sampai tidak mengenakannya sama sekali, kalau masih kanak-kanak mungkin masih dapat diterima oleh akal kita, tapi bertelanjang, apalagi bertelanjang bulat bagi orang dewasa tentu akan menjadi bahan tertawaan bagi yang melihatnya.

Layaknya pakaian, kita tidak boleh asal pakai, tentu ada aturan dan tata krama kapan pakaian itu kita kenakan, tidak boleh dan akan aneh apabila kita mengenakan sepatu tetapi dipasang ditangan atau dikepala. Demikian pula pakaian banyak macamnya, ada yang pokok ada yang sekedar hiasan atau asesoris, yang apabila kita pakai menambah daya pesona. Pakaian ada ukurannya, kita tidak bisa memakai ukuran yang tidak pas buat kita, kalau badan kita besar, tentu ukuran L atau XL yang enak buat kita dan sebagainya.

Saudaraku, kita mesti menempatkan agama dalam kehidupan kita sehari-hari sesuai kemampuan kita. Makin bagus beragama seseorang maka semakin bagus pula kedudukan seseorang dimasyarakat, dan yang lebih penting mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Tuhan Yang Maha Indah. Kita harus senantiasa membersihkan agama kita seperti layaknya kita mencuci pakaian kita, artinya kita mesti mengiklaskan segala niat dalam beragama hanya semata-mata untuk Tuhan Yang Esa.

Saudaraku, kita sepantasnya melaksanakan perintah agama dari yang paling pokok (wajib) dahulu baru yang sunat-sunat, apabila kita balik, seperti layaknya kita memakai ikat pinggang tapi kita tidak memakai celana, kira-kira apa pendapat saudara bila hal ini terjadi? Pakailah pakaian yang paling minimal dipersyaratkan, sehingga kita tidak disebut telanjang, demikian juga laksanakan perintah dan jauhi larangannya sebatas minimal sehingga kita tidak disebut kafir, munafiq dan murtad, sehingga masih memungkinkan kita untuk berbenah diri, memperbaiki diri mana kala Tuhan sudah memberi kekuatan untuk kita.

Pakaian untuk Resepsi
Saudaraku, apabila kita akan menghadiri pesta, tentu kita pilih pakaian yang pas atau malah yang paling mahal dari yang kita miliki, karena kita akan berkumpul dengan teman, tetangga, kolega kita sehingga kita malu apabila kita berpakaian apa adanya, sementara teman kita, tetangga kita dan juga kolega kita mengenakan pakaian yang mungkin akan lebih bagus dari pada yang kita kenakan.

Saudaraku, apabila kita diundang menghadap petinggi negara, atau pejabat negara yang lainnya, kita tidak bisa mengenakan pakaian seenaknya. Warna baju atau harus pakai jas barang kali, harus bersepatu yang hitam, harus berdasi mungkin, demikian juga apabila kita diundang menghadap Tuhan Yang Maha Tinggi, Yang Maha Perkasa, kira-kira pakaian apa yang pantas kita pakai, kualitas keagamaan seperti apa yang layak kita persembahkan kepadaNya? Para petinggi negara itu dijaga oleh polisi, tentara, bagaimana dengan tentara-tentara Tuhan Yang Maha Perkasa? Mereka lebih teliti, lebih jeli dari pada tentara dunia manapun.

Saudaraku, renungkanlah hal ini dengan perenungan yang dalam, betapa tidak, mungkin ibu bapak kita, saudara kita, atau teman kita yang dulu sering bercengkrama dengan kita, tapi sekarang mereka sudah pergi untuk selamanya menghadap Tuhan, sungguh hal ini bukanlah mimpi disiang bolong. Oleh karena itu tamballah pakain kita manakala disana-sini sobek semampu kita dengan tekun dan pantang mengenal lelah, sehingga pakaian itu nanti layak untuk menghadap Tuhan Yang Maha Sempurna, sempatkan menuntut ilmu agama disela-sela kesibukan kita mencari sesuap nasi untuk anak istri kita. Waspadalah terhadap bujukan yang menyesatkan dengan ajakan untuk meninggalkan urusan dunia, untuk meninggalkan pekerjaan kita demi menuntut ilmu akherat, itu pasti menyesatkan, waspadalah terhadap hal seperti ini, tanyakan dahulu kepada ahlinya apabila saudara menemuhi urusan yang pelik dalam agama, jangan mudah menghukumi sesuatu urusan agamapun manakala kita bukan ahlinya.

Saudaraku, akan lebih baik bagi kita mencari guru spiritual disekitar kita, agar perjalanan kita senantiasa diawasi, dibimbing. Carilah guru yang memang sudah berhak untuk membimbing umat, yang sudah tidak butuh urusan dunia, yang iklas membimbing, yang ilmunya benar dan lurus yang silsilah keagamaan dan ilmunya bersumber dari sumber yang murni, berusahalah mencarinya, maka kebahagiaan akan menyertaimu bila saudaraku mendapatkannya. Guru yang saya maksud adalah guru dunia akherat, karena dia sanggup menunjukan celah-celah jalan kehidupan didunia maupun liku-liku kehidupan diakherat karena Tuhan menganugrahkan kemampuan kepadanya. Apabila kita pergi ke suatu tempat maka peta itulah agama kita, sedangkan guru kita adalah orang yang sudah faham betul tempat yang kita akan tuju, sehingga kita dengan mudah menjelajahi tempat itu Karena kita membawa peta dan didampingi oleh orang sudah tahu persis celah-celah tempat itu.

Waktu berbenah masih ada
Saudaraku, selagi Tuhan masih memberi kesempatan, masih diberi kelonggaran, alangkah baik bagi kita terus berupaya untuk memperbaiki kehidupan keagamaan kita, kita masih bisa memohon pertolongan, kita masih diberi kesempatan untuk belajar, utama adalah ilmu agama. Jangan kita sia-siakan waktu ini karena kita tidak tahu sampai kapan kesempatan ini diberikan.
Saudaraku, memang tidak mudah untuk mengamalkannya, karena godaan, gemerlapnya dunia ini kadang-kadang membuat kita silau, apalagi tabiat nafsu kita memang cenderung untuk membangkang, tundukkan semua itu dengan ilmu, dan senantiasa memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Menolong. Semoga bermanfaat, amiin. Wasalam.