BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 17 Juni 2009

NRIMO ING PANDUM....


Bapak-ku biasa mendongeng waktu aku masih kecil, terutama menjelang tidur, rasanya memang nikmat banget mendengar dongeng sambil di-elus-elus, langsung “mak leesss” tahu-tahu sudah pagi.

Inilah salah satu dongeng yang masih ku-ingat betul : “Pada jaman dahulu kala, disuatu desa terpencil, hiduplah seorang janda dengan seorang anak laki-lakinya. Dia hidup miskin dibandingkan tetangga yang lainnya. Pekerjaannya hanyalah mencari kayu bakar dipagi hari dan dibawanya ke pasar terdekat untuk ditukarkan dengan kebutuhan pokok, ya,….hidupnya hanya pas-pasan, malah termasuk masih kekurangan, kadang pagi bisa makan dan siang belum tentu bisa makan, begitu dan seterusnya.

Pada suatu hari pagi-pagi sekali ibu dan anaknya sudah berada dihutan untuk mencari kayu bakar, tiba-tiba anaknya mengerang: “mbok….aku luwe…” ya..karena dari kemarin sore mereka berdua belum makan. Ibunya bilang “sabar sik yo le…mengko nek wis oleh kayu terus ndang diijolke sego, tapi aku wis ura kuwat mbok…wetengku nganti loro mbok..,” ya dasar anak kecil begitulah, keadaannya.

Yo wis tunggu nen neng kene sedelo si mbok tak golek kayu sik yo, ojo menyang endi-endi yo…., terus seperti biasanya sang ibu mencari kayu bakar. Dan tak lama berselang tiba-tiba si anak ini merasa didatangi seorang kakek berjubah putih, pokoknya berpakaian serba putih. “ Thole cah bagus, lagi ngopo kowe neng kene, isih cilik kok dolan menyang alas? Tanya kakek tua itu. “Kulo sawek ngentosi si mbok kulo sawek pados kayu bakar” jawab anak tersebut.

“Lho wetengmu geneo, kok dicekeli…? Tanya kakek, inggih kulo ngelih sanget kek…! Jawab anak tersebut, oh…ngono…yo wis iki tak wenehi buah, wis ndang dipangan mengko ngelihe ben ndang ilang”, maka langsung dimakannya buah yang seperti buah sawo itu, dan tak lama perutnya sudah merasa kenyang, bersamaan dengan itu lenyap pula sang kakek entah kemana.

Tak lama kemudian sang ibu datang, maka langsung diajaknya anaknya buru-buru pergi ke pasar untuk segera menukarkan kayu bakarnya dengan sekedar makanan untuk mengganjal perutnya. Setelah sampai dipasar seperti biasanya ditukarnya kayu bakar dengan beberapa makanan dan kebutuhan yang lainya, dan terus pulang ke rumah.

Setelah malam tiba, sang anak merasakan sakit dibagian perutnya, ditahannya rasa sakit itu tapi semakin lama sakitnya tambah menjadi-jadi, maka sang anak bilang sama ibunya : “mbok wetengku loro mbok…aku terno ngising mbok…” karena sudah lewat tengah malam, maka diantarnya anaknya kebelakang rumah dibawah pohon bambu, karena tidak punya WC seperti jaman sekarang.

Betapa terkejutnya sang ibu, dan dipeluknya anaknya itu sambil menangis tersedu-sedu karena saking senengnya, karena anaknya “berak emas”. Le……awak-e dewe dadi wong sugih saiki le…..sambil terisak-isak ibunya bilang pada anaknya. Ibunya menanyakan kowe mau neng alas mangan opo le? Akhirnya anaknya menceritakan pertemuannya dengan kakek tua yang berpakaian serba putih.

Berita sang anak janda “berak emas” langsung tersebar keseluruh pelosok desa. Begitu juga cerita pertemuan sang anak dengan kakek tua dihutan dimana ibunya mencari kayu bakar juga menjadi bahan cerita yang tidak ada habisnya, seperti gossip-gosip yang memang enak didengarkan.

Dari sekian banyak tetangga, ada salah satu yang “meri” atau iri dengan apa yang diperoleh janda dan anaknya tersebut, padaha dia termasuk orang kaya dikampungnya. Dengan semangat 45 maka dibawanya anak laki-lakinya ke hutan dimana sang anak janda itu ketemu dengan kakek tua itu, ya…berpura-pura mencari kayu bakar sambil berharap agar anaknya ditemui kakek tuan dan biberi buah seperti anak janda itu.

Hampir seharian dia tinggal dihutan itu, ketika menjelang sore maka diajaknya anaknya pulang. Dan “ndilallah” waktu tengan malam sang anak ini juga merasakan sakit perut, wah…sang ibu senang bukan kepalang, maka dipersiapkannya tempat yang bagus. Wis le…koe ngising kene wae, neng nduwur kasur kene, ora susah adoh-adoh, ben emase langsung dijukuk kepenak! Kira-kira apa yang terjadi saudara?

Memang anak itu berak, tapi bukan berak emas tapi berak “tahi” sungguhan, wis ambune ora karuan, mencret lagi….wah mblabar dadi sak kasur. Kontan sang itu marah besar pada anaknya :” oh…dasar anak-e wong edan…bocah kakean mbadok..kon ngising emas malah mencet tekan endi-endi…”.

Apa hikmah yang dapat kita ambil saudara? ….memang derajat, semat lan pangkat itu sudah diatur oleh Gusti….jadi kita tidak layak meri, iri…semoga kita dapat berlaku nrimo…ing pandum……semoga bermanfaat….wasalam.

0 komentar: