BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 05 Juni 2009

ULAMA DUNIA YANG RENDAH DIRI


Beliau adalah Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani, yang mempunyai nama lengkap Abu Abd al-Mu’ti Muhammad Nawawi ibn Umar al- Tanara al-Jawi al-Bantani. Dilahirkan di Kampung Tanara, Serang, Banten pada tahun 1815 M/1230 H. Pada tanggal 25 Syawal 1314 H/1897 M. Nawawi menghembuskan nafasnya yang terakhir di usia 84 tahun. Ia dimakamkan di Ma’la dekat makam Siti Khadijah, Ummul Mukminin istri Nabi.

Pada usia 15 tahun, ia mendapat kesempatan untuk pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji. Di sana ia memanfaatkannya untuk belajar ilmu kalam, bahasa dan sastra Arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqh. Setelah tiga tahun belajar di Mekkah ia kembali ke daerahnya tahun 1833 dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif cukup lengkap untuk membantu ayahnya mengajar para santri. Nawawi yang sejak kecil telah menunjukkan kecerdasannya langsung mendapat simpati dari masyarakat Kedatangannya membuat pesantren yang dibina ayahnya membludak didatangi oleh santri yang datang dari berbagai pelosok. Namun hanya beberapa tahun kemudian ia memutuskan berangkat lagi ke Mekkah sesuai dengan impiannya untuk mukim dan menetap di sana.
Di Mekkah ia melanjutkan belajar ke guru-gurunya yang terkenal, pertama kali ia mengikuti bimbingan dari Syeikh Ahmad Khatib Sambas (Penyatu Thariqat Qodiriyah-Naqsyabandiyah di Indonesia) dan Syekh Abdul Gani Duma, ulama asal Indonesia yang bermukim di sana. Setelah itu belajar pada Sayid Ahmad Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan yang keduanya di Mekkah. Sedang di Madinah, ia belajar pada Muhammad Khatib al-Hanbali. Kemudian ia melanjutkan pelajarannya pada ulama-ulama besar di Mesir dan Syam (Syiria). Menurut penuturan Abdul Jabbar bahwa Nawawi juga pemah melakukan perjalanan menuntut ilmunya ke Mesir. Salah satu Guru utamanya pun berasal dari Mesir seperti SyekhYusuf Sumbulawini dan SyekhAhmad Nahrawi.
Setelah ia memutuskan untuk memilih hidup di Mekkah dan meninggalkan kampung halamannya ia menimba ilmu lebih dalam lagi di Mekkah selama 30 tahun. Kemudian pada tahun 1860 Nawawi mulai mengajar di lingkungan Masjid al-Haram. Prestasi mengajarnya cukup memuaskan karena dengan kedalaman pengetahuan agamanya, ia tercatat sebagai Ulama di sana. Pada tahun 1870 kesibukannya bertambah karena ia harus banyak menulis kitab. Inisiatif menulis banyak datang dari desakan sebagian koleganya yang meminta untuk menuliskan beberapa kitab. Kebanyakan permintaan itu datang dari sahabatnya yang berasal dari Jawi, karena dibutuhkan untuk dibacakan kembali di daerah asalnya. Desakan itu dapat terlihat dalam setiap karyanya yang sering ditulis atas permohonan sahabatnya. Kitab-kitab yang ditulisnya sebagian besar adalah kitab-kitab komentar (Syarh) dari karya-karya ulama sebelumnya yang populer dan dianggap sulit dipahami. Alasan menulis Syarh selain karena permintaan orang lain, Nawawi juga berkeinginan untuk melestarikan karya pendahulunya yang sering mengalami perubahan (ta’rif) dan pengurangan.
Dalam menyusun karyanya Nawawi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya, sebelum naik cetak naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Dilihat dari berbagai tempat kota penerbitan dan seringnya mengalami cetak ulang sebagaimana terlihat di atas maka dapat dipastikan bahwa karya tulisnya cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia sampai ke daerah Mesir dan Syiria. Karena karyanya yang tersebar luas dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan padat isinya ini, nama Nawawi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H/19 M. Karena kemasyhurannya ia mendapat gelar: A ‘yan ‘Ulama’ al-Qarn aI-Ra M’ ‘Asyar Li al-Hijrah,. AI-Imam al-Mul1aqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq, dan Sayyid ‘Ulama al-Hijaz.
Kesibukannya dalam menulis membuat Nawawi kesulitan dalam mengorganisir waktu sehingga tidak jarang untuk mengajar para pemula ia sering mendelegasikan siswa-siswa seniornya untuk membantunya. Cara ini kelak ditiru sebagai metode pembelajaran di beberapa pesantren di pulau Jawa. Di sana santri pemula dianjurkan harus menguasai beberapa ilmu dasar terlebih dahulu sebelum belajar langsung pada Syekhagar proses pembelajaran dengan Syekhtidak mengalami kesulitan.

Inilah salah satu kisah kerendahaan diri beliau, kisah ini saya dapatkan sewaktu saya mengikuti pengajian disalah satu pondok pesantren didaerah Kebasen Banyumas. Al-kisah karena kemasyhurannya maka para ulama Mesir waktu itu penasaran, kira-kira seperti apa orangnya kok ilmunya hebat sekali, sampai pada suatu hari beliau diundang atau diajak berdiskusi untuk membuktikan kehebatan ilmu beliau, sebenarnya beliau enggan untuk meladeni, atau memenuhi ajakan dan undangan tersebut akan tetapi karena desakan atau ajakkan itu datang bertubi-tubi akhirnya beliau hadiri undangan tersebut.

Beliau datang bukan sendiri akan tetapi mengajak orang keturunan Arab yang penampilannya meyakinkan, dari segi penampilan fisiknya tinggi besar, dari segi wajah yang mantaplah, dari segi bahasa Arab yang fasih. Orang Arab ini disuruh menyampaikan muqodimah (pendahuluan) dalam acara diskusi tersebut. Kata orang Arab tersebut : Saudara-saudara hadirin sekalian yang terhormat, dengan berat hati saya penuhi undangan acara diskusi hari ini, akan tetapi saya akan diwakili oleh pembantu saya ini (sambil menunjuk kepada Syekh Nawawi), apabila dalam diskusi nanti qodam saya (pembantu saya) tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan saudara-saudara, barulah saya sendiri yang akan menyampaikan pandangan terhadap pertanyaan yang saudara ajukan.

Maka dimulailah acara halaqoh tersebut, semua pertanyaan yang diajukan peserta diskusi dijawab dengan sempurna oleh Syekh Nawawi (yang berperan sebagai pembantu), sehingga semua hadirin merasa puas, sambil bergumam halam hatinya pembantunya saja seperti itu hebatnya, apalagi Syekh Nawawi Al-Bantani, kira-kira seperti apa kedalaman ilmunya. Inilah kecerdikan Syekh Nawawi yang memang hebat itu. Semoga bermanfaat.
Sumber: http://www.al-hasani.com/melayu/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=36
Pengajian acara Haul di Banyumas.

0 komentar: