BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 13 Juni 2009

Saudari Siti Hajar di Aniaya di Malaysia, Siapa Yang Salah?


Satu lagi kasus Saudari kita Siti Hajar, sebuah kasus penganiayaan pembantu rumah tangga asal Indonesia dinegeri Jiran Malaysia, sebelumnya kasus neng Manohara juga mengaku dianiaya oleh suaminya sendiri kang Tengku Fahri. Maka lengkap sudah penderitaan kita bangsa yang katanya toto tentrem kerto raharjo? Bangsa yang subur makmur loh jinawi, tongkat kayu dan batu jadi tanaman (kata Koes Plus).

Saya terus terang bingung? Mau menulis apanya dari kasus ini karena saking kompleksnya permasalahan yang terkandung didalamnya. Banyak pertanyaan yang muncul didalamnya, mengapa warga kita banyak yang pergi ke Malaysia? Dan kenapa kebanyakan dari mereka itu jadi pembantu rumah tangga? Apakah dinegeri kita sendiri tidak ada pekerjaan walaupun hanya sekedar menjadi pembantu? Terus apa yang sudah kita perbuat untuk mengatasi masalah ini? Kira-kira kita bisa nggak kedepan akan lebih baik dari sekarang? Apakah warga kita sekarang sudah menjadi masyarakat yang konsumtif sehingga memerlukan uang yang lebih banyak untuk bisa bertahan hidup? Mungkinkah warga kita sudah tidak betah lagi hidup dinegerinya sendiri? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dikepala saya…

KITA BANGSA YANG BESAR?
Menilik sejarah bangsa kita, memang negara kita ini adalah negara yang besar. Wilayah negara kita luas, jumlah penduduk kita banyak, sumber daya alam kita melimpah, kayu, minyak, batu bara, emas dan masih banyak yang lainnya. Sungguh dari kaca mata manapun kita ini memang bangsa yang besar. Perkembangan kemajuan dibidang fisik kitapun tidak kalah dengan negara-negara lain. Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta bertebaran dimana-mana, sekolah menengah juga sudah menembus segenap penjuru pelosok tanah air.

SIAPA YANG SALAH?
Kasus penganiayaan pekerja kita diluar negeri sudah banyak terjadi, deretan panjang kisah penderitaan tenaga kerja kita yang bekerja diluar negeri sudah sering kita dengar, atau mungkin diantara kita malah ada yang tetangganya menjadi korban kasus ini jadi bukan saja kata berita tapi melihat dengan mata kepala sendiri.

Mencari kesalahan pihak lain adalah hal yang mudah dan lumrah kita lakukan. Tetapi mencari jalan keluar ini memang sulit, kita hanya bisa mengandai-andai saja. Seandainya pemerintah kita arif dan bijaksana? Seandainya pemerintah kita dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dinegeri ini? Seandainya pemerintah kita berhasil menarik dan menjaga investor asing dinegeri ini? Seandainya upah buruh dinegeri ini memadai dan cukup untuk sekedar bertahan hidup? Dan seandainya warga bangsa kita ini tidak mudah kena bujuk rayu iklan? Seandainya warga kita ini mau bersabar untuk tetap mau mencari penghidupan dinegerinya sendiri dan bisa merasa cukup dengan apa yang ada?

Apa yang kita andaikan itu hampir semua tidak terjadi, pemerintah kita gagal membawa bangsa ini lebih bermartabat dimata dunia sehingga warga kita tidak “dikoyo-koyo” dinegeri orang. Pemerintah kita gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi warganya. Pemerintah kita tidak dapat menarik investor asing masuk ke negeri ini, malah mempertahankan yang sudah ada saja sulit, karena kasus pungli aparat kita? Karena dinegeri kita dinilai menjadi tempat produksi biaya tinggi? Korupsi meraja lela?

Bagaimana dengan karakter warga kita? Warga kita mudah sekali kena bujuk rayu yang belum tentu kebenarannya. Warga kita sekarang konsumtif, oleh karena itu negeri ini menjadi lahan yang empuk bagi barang asing asal murah, kita tidak mau berfikir sedikit untuk kepentingan masyarakat sendiri, sehingga produsen barang-barang dinegeri ini banyak yang gulung tikar, pasar-pasar tradisional sepi pembeli, sehingga mata rantai perekonomian kita terputus, ya…..nasionalisme kita mungkin agak luntur….Warga kita kurang sabar, sehingga maunya merubah nasib ini dalam waktu yang pendek, sehingga mereka rela meninggalkan tanah airnya, rela meninggalkan keluarga dan anak-anaknya demi alasan merubah nasib.

WAHAI BAPAK PEMIMPIN?
Apabila bapak atau ibu ditakdirkan jadi pemempin, hendaknya hanya rakyat yang pantas menjadi perhatian saudara. Saya dengar dari teman saya katanya salah satu pimpinan dinegeri China berpidato dihadapan rakyatnya dalam acara pelantikannya : “Wahai saudaraku, rakyatku, tolong dengar baik-baik dan catat dengan teliti bahwa saya bertekad memberantas korupsi dan penyelewengan yang ada dinegeri ini, maka siapkan 100 peti mati, yang 99 akan saya isi dengan mayat-mayat koruptor negeri ini dan sisakan satu buah untuk mayatku bila saya terbukti korupsi! Bagiku cukuplah apabila saya dapat menyeleseikan jabatan saya dengan tidak berkorupsi” negeri China yang konon sosialis saja punya pemimpin seperti itu, alangkah indahnya bila kita negeri yang Pancasilais juga dapat meniru, bagamana menurut pendapat saudara?

Sekiranya baik bagi bapak dan ibu pemimpin memperhatikan sebuah ungkapan yang ditulis oleh saudara alangalang kumitir berikut ini :” Anakku, lihatlah stupa di puncak candi itu, manis dan indah bukan? tetapi ketahuilah, bahwa stupa itu tak kan berada di puncak candi jikalau tidak ada batu-batu dasar yang mendungkungnya. itulah ibaratnya rakyat jelata, itulah gambaran para budak dan hamba sahaya para raja. Oleh sebab itu, jikalau Tuhan memang mentakdirkan dirimu menjadi raja, janganlah kau lupa kepada rakyat jelata yang menaikkan dirimu ke atas puncak dari segala puncak kemegahan kerajaan warisan nenek moyangmu. Cintailah dan hargailah sesamamu, terutama rakyatmu yang menderita dan memerlukan uluran tanganmu”.

WAHAI SAUDARAKU?
Menggantungkan urusan ini kepada pemimpin sangatlah tidak adil, kita sebagai anak bangsa juga mempunyai andil yang cukup penting dalam masalah ini. Kita sebagai rakyat haruslah saling bahu membahu dengan para pimpinan untuk keluar dari persoalan ini. Kita sebagai rakyat harus dapat menempatkan diri sebagai rakyat yang baik, tidak hanya pandai menuntut, tetapi kita harus dapat memberikan sumbang peran yang baik.

Mari sebagai rakyat mau senantiasa menambah pengetahuan, agar kita tidak mudah dibodohi oleh orang lain, kita senantiasa mau bertanya kepada orang yang betul-betul faham dalam urusan yang kita tidak mengetahuinya. Mau bersabar dan tidak “grusa-grusu” dalam urusan apapun, dan jangan lupa senantiasa doakanlah para pemimpin dan anak-anak keturunan kita agar kelak akan kita raih kegemilangan. Dan apabila betul-betul sulit tetaplah bersabar dan fikirkanlah bahwa hidup didunia ini tidak lama, maka jangan berbuat yang melanggar hokum. 
Cobalah simak “welinge” mas Kumitir berikut ini:
Sebagai pandita sikapnya bijaksana dan waskita Saleh dan taat pada agama, mendalami sastra budaya, Sebagai satria benar perwira dan bertata-krama Gagah berani menjaga keselamatan masyarakat, Sebagai pedagang semangatnya bekerja keras Mengadakan barang dan memberi pekerjaan, Sebagai petani sikapnya jujur, rendah-hati, dan bersahaja Dipuji karena giat memelihara sawah dan ternak.

Satukanlah sikap kelimanya itu Dalam hidup dan dalam pekerjaanmu, karena Sebagai pendeta belaka, dapat melalaikan sesamanya Sebagai satria semata, sering lupa sebab-akibat derita manusia Sebagai pedagang saja, kerap mencari untung tanpa memberi Sebagai petani saja, sempit cakrawalanya dan mudah ditipu.

Bagi masyarakat menengah ke atas fikirkan daya konsumsi kita, mari kita arahkan untuk dalam rangka membantu rakyat kita dibandingkan urusan gengsi kita sendiri, saya yakin kita tidak akan turun derajat kita karena kita mengkomsumsi atau memakai produk bangsa sendiri. Membuka kran lebar-lebar bagi produk asing adalah sebuah keharusan, tetapi untuk membelinya bukanlah kewajiban, kita masih boleh memilih barang dan jasa yang mana yang akan kita beli! Senantiasa jaga keharmonisan keluarga dan jaga kesehatan anak turun kita, berikan pendidikan yang memadai dan manusiawi, pendidikan yang komplit yaitu ilmu dunia dan ilmu akherat sehingga kelak menjadi manusia yang dapat diharapkan sebagai penerus bangsa.

Semua memang butuh waktu, tetapi menunda urusan akan menambah panjang persoalan, demi anak cucu kita, mari kita mulai dari sekarang. Janganlah kita alergi dengan “nasionalisme” karena kalau bukan kita, siapa yang sanggup merubahnya? Kelihatannya sepele tetapi ini sangat bermanfaat, bagi kita dan bagi Indonesia, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan pertolongan kepada bangsa kita, sehingga martabat bangsa kita bisa pulih seperti jaman keemasan “Nusantara”. Kita bukan mengirim pembantu tetapi kita yang butuh pembantu, kita hanya akan mengirim tenaga ahli saja, dengan keyakinan dan kerja keras, saling bahu membahu dengan segenap komponen bangsa hal ini tidaklah mustahil. Semoga bermanfaat. Wasalam…..

0 komentar: